A.
Sekilas tentang Marwan bin Hakam
Marwan bin Hakam merupakan Khalifah keempat dari daulat bani
Umaiyyah setelah Muawiyyah II atau Muawiyyah bin Yazid berkuasa. Dan jika
dilihat dari silsilah dia merupakan cucu dari Abul ‘Ash yang juga merupakan
kakek dari Ustman bin Affan.
Setelah terputusnya keturunan Muawiyyah dalam melanggengkan
kekuasaan dikarenakan berakhirnya kekuasaan Muawiyyah II atau Muawiyyah bin
Yazid maka kursi kekuasaan pun beralih ke bani Marwan setelah keluarga besar
Umayyah mengangkatnya sebagai khalifah. Karena dari keluarga besar Umaiyyah
beraggapan bahwa Marwan bin Hakam adalah orang yang tepat untuk mengendalikan
kekuasaan karena pengalamanya. Tetapi masa pemerintahannya hanya berlangsung
selama setahun. Selanjutnya kepemerintahannya diturunkan kepada anaknya yaitu
Abdul Malik bin Marwan.[1]
B.
Peradaban Islam di Masa Marwan bin Hakam
Ketika pada saat akhir pemerintahan Muawiyah bin Yazid, ia
mengundurkan diri tanpa menunjuk seorang pun sebagai penggantinya. Para pemuka
dan pembesar keluarga Bani Umayyah yang tetap ingin mempertahankan jabatan
khilafah berada di tangan mereka, segera mengangkat Marwan bin Hakam sebagai
khalifah keempat Bani Umayyah.
Dalam perjalanan karier politik Marwan bin Hakam sebenarnya sudah
dimulai sejak pada masa khalifah Ustman bin Affan. Marwan bin Hakam bukanlah sosok baru
dalam catur perpolitikan kala itu. Sebelumnya, ia pernah menjabat penasihat
Khalifah Utsman bin Affan. Pengaruhnya tidak kecil terhadap kebijakan
pemerintahan. Tak sedikit kebijakan yang ditelurkan Khalifah Utsman kental
aroma kekeluargaan. Beberapa gubernur kala itu banyak yang diganti dengan
orang-orang dari pihak keluarga Umayyah. Misalnya, jabatan gubernur di Mesir
yang dipegang oleh Amr bin Ash, diganti oleh Abdullah bin Sa’ad. Abu Ubaidah
bin Jarrah yang berhasil menaklukkan wilayah Syria dan Palestina dari tangan
Romawi, jabatannya digantikan oleh Muawiyah bin Abi Sufyan. Sa’ad bin Abi
Waqqash yang berhasil menaklukkan wilayah Irak dan Iran dari tangan Persia,
jabatannya digantikan oleh Ziyad bin Abihi. Begitu pun dengan beberapa wilayah
lain. Sebagian besar para pemimpinnya diganti dengan orang-orang dari pihak
keluarga Umayyah. Kebijakan ini tak bisa dilepaskan begitu saja dari pengaruh
Marwan bin Hakam, mengingat kondisi Khalifah Utsman yang sudah lanjut usia kala
itu.
Tapi kemudian setelah terjadi perang jamal yakni peperangan antara
Ali bin Abi Thalib dan Aisyah setelah peperangan selesai, kemudian Marwan
mengundurkan diri dari gelanggang politik dia memberikan bai’ah dan memberikan
sumpah setianya atas Ali bin Abi Thalib menjadi Khalifah, kemudian ia menetap
di Madinah. Dan ketika Muawiyyah bin Abi Sofyan menjadi Khalifah, dia pun
diangkat Muawiyyah sebagai bagian dari pemerintahannya karena Muawiyyah
beranggapan bahwa Marwan juga telah melakukan peranan penting dalam peristiwa
perang Jamal, yakni melemahkan Ali serta menewaskan Thalhah dengan panahnya. [2]
Berdasarkan pada hal-hal diatas, maka Muawiyyah pun mengangkat
Marwan bin Hakam menjadi gubernur di Madinah ketika masa pemerintahan Yazid bin
Muawiyyah dan juga menjadi pembantunya yang terdekat dalam kursi pemerintahan,
serta menjadi salah seorang penasehat pemerintahan di Damaskus.
Bertepatan dengan itu, keadaan Ibnu Zubair ketika itu mengalami
kemajuan yang pesat. Penduduk Hejaz telah tunduk kepadanya. Begitu pula
penduduk Kufah dan Basrah. Ubaidullah ibnu Ziyad telah meninggalkan Kufah dan
Basrah karena tekanan suasana. Juga penduduk Jazirah telah tunduk kepadanya.
Begitu pula pemimpin pemerintahan di Syam, dan mereka ini dari kabilah Qais.
Oleh karena pencapaian Ibnu Zubair ini menyebabkan sebagian ahli
sejarah berpendapat bahwa Ibnu Zubair adalah Khalifah yang sah di masa itu. Dan
Marwan bin Hakam dianggap sebagai pemberontak, dan tidak diakui sebagai
Khalifah. Begitu juga Abdul Malik bin Marwan barulah diakui sebagai Khalifah
setelah meninggalnya Ibnu Zubair dan setelah tercapainya kesepakatan antara
kaum Muslimin.
Terlepas dari kontroversi mengenai keabsahan khalifah Marwan bin
Hakam dia pun memiliki banyak tugas diantara tugasnya yang antara lain adalah
menyelematkan kedudukannya dan mengembalikan orang-orang suku di Jazirah ke dalam
kekuasaannya. Pertempuran Marj Rahit pada bulan Muharram 65 H, dimana Ad Dahhak
beserta pengikut-pengikutnya tewas. Maka seluruh daerah Syam dikuasai penuh
oleh Marwan.
Kemudian Marwan menuju ke Mesir dan menaklukkannya, sehingga
penduduk disana juga memberikan bai’at kepadanya, kemudian menjadikan Abdul
Aziz sebagai gubernur di Syam. Kemudian dikirimnya Amru ibu Said ibnu Ash ke
Palestina yang telah diserbu oleh Mush’ab ibnu Zubair. Dalam pertempuran yang
terjadi disana Amru memperoleh kemenangan. Tetapi ajal Marwan telah datang
memburunya sebelum Ia dapat melihat hasil perjuangan yang telah dimulai pula di
Hijaz dan Irak.
Marwan adalah seorang yang bijaksana, berpikiran tajam, fasih
berbicara dan berani. Ia ahli dalam pembacaan Al Quran. Dan banyak meriwayatkan
Hadits dari para sahabat terkemuka , seperti Umar bin Khattab dan Utsman bin
Affan.
C.
Akhir Pemerintahan Marwan bin Hakam
Marwan bin Hakam hanya sebentar dalam menduduki kursi kekhalifahan
yakni tahun 64-65 H atau 684-685 M. Dalam masa pemerintannya yang hanya satu
tahun tersebut dia mengalami banyak pemberontakan yang dilakukan oleh kaum
Khawarij dan Syi’ah serta perlawanan dari penduduk-penduduk Syam, Hijaz, dan
Mesir serta Bangsa Arab lainnya.
Selain itu dia juga merupakan khalifah yang melahirkan
penguasa-penguasa yang menjadi puncak kejayaan dalam sejarah peradaban islam
ketika daulah bani Umaiyyah berkuasa. Dan untuk mengukuhkan jabatan khilafahnya
itu, Marwan bin Hakam yang sudah berusia 63 tahun kemudian mengawini Ummu
Khalid yakni ibu Khalid bin Yazid atau saudaranya Muawiyyah II. Meskipun dalam
perkawinan itu sangat kental dengan aroma politik. Karena dengan mengawini
janda Yazid, Maka Marwan bermaksud menyingkirkan Khalid atau saudara dari Yazid
dari tuntutan khilafah.
Dalam suatu kesempatan, Marwan sempat memberikan ejekan kepada
Khalid dan ibunya. Akibatnya fatal yang kemudian Ummu Khalid menaruh dendam
yang luar biasa pada Marwan bin Hakam. Dan pada suatu kesempatan ketika Ummu
Khalid mendatanginya bersama para dayang dan kemudian Ummu Khalid pun membunuh
Marwan bin Hakam dengan mencekik lehernya ketika dia dalam keadaan tidur.
Marwan meninggal pada bulan Ramadhan dalam usia 63 tahun. Ia hanya menjabat
sebagai khalifah selama 9 bulan 18 hari. Dan kemudian tahta kekhalifahan pun
diwariskan pada anaknya yang bernama Abdul Malik.[3]
Thanks Gan
BalasHapusشكراكثريااخي
BalasHapusTerima kasih
BalasHapusKomentar ini telah dihapus oleh pengarang.
BalasHapus