Sabtu, 05 Juni 2021

HISTORITAS PENDIDIKAN ISLAM NUSANTARA

 

HISTORITAS PENDIDIKAN ISLAM NUSANTARA

 

 

Makalah

 

 

Disusun untuk memenuhi tugas Mata Kuliah: Model PAI Nusantara

Dosen Pengampu: Prof. H. Abdurrahman Mas’ud, M.A., Ph.D. dan Prof. Dr. H. Mudzakkir Ali, M.A.

 

 



 

Penulis:

Fazka Khoiru Rijal 20300011002

 

 

PROGRAM PASCASARJANA DOKTORAL

UNIVERSITAS WAHID HASYIM

SEMARANG

2021

 


I.               PENDAHULUAN

Rasulullah SAW sebagai utusan Allah telah banyak memberikan uswatun hasanah kepada hambanya dalam urusan ibadah, tarbiyah, muamalah, dll. Dalam kaitannya tarbiyah atau pendidikan, beliau mengajarkan kitab suci Al- Qur’an di rumah Al Arqom bin Abil Arqom yang bersedia rumahnya dijadikan tempat untuk mengumpulkan pengikut- pengikut yang percaya kepada Nabi SAW yang masih terbilang sedikit secara sembunyi-sembunyi. Rumah Al Arqom bin Abil Arqom yang menjadi tempat pertama pusat pendidikan para sahabat pada masa awal Islam.[1] Ini menjadi titik awal dakwah secara sembunyi- sembunyi dan selanjutnya dakwah secara terang- terangan.

Berbicara mengenai masuknya Islam ke Indonesia yang dilakukan secara damai menjadi sumber kekuatan dalam mengembangkan Islam dengan memperhatikan agama, adat, budaya, seni masyarakat pada saat itu.[2] Perkembangan pendidikan islam tidak terlepas dari Islam itu sendiri, diantaranya melalui akulturasi budaya. Berbagai cara dalam perkembangan Islam dan pendidikan Islam di Indonesia diantaranya melalui jalur perdagangan, perkawinan, pendidikan, politik, kesenian, tasawuf, yang semua cara tersebut banyak membantu dan mendukung meluasnya ajaran agama Islam.

Dalam kaitannya dengan tujuan pendidikan agama, tujuan yang diharapkan dari pendidikan agama bukanlah semata- mata pengajaran pengetahuan agama dan praktik- praktik ibadah, tetapi yang terpenting ialah pendidikan moral.[3] Tujuan pendidikan agama Islam yaitu untuk mempelajari dan mengetahui ilmu-ilmu agama Islam serta mengamalkannya.[4] Pendidikan agama memiliki tujuan yang besar dalam membentuk dan membina kehidupan manusia, sebagai rambu- rambu dalam berbuat dan bertindak, dengan menggunakan norma- norma yang dapat diterima oleh agama.

Pendidikan Islam sejak semula perkembangannya senantiasa meletakkan pandangan filosofisnya kepada sasaran- sasaran sentral yaitu manusia didik, yang dipahami sebagai makhluk tuhan yang memiliki potensi dasar fitrah yang religiositas Islami menjadi intinya, menuju kehidupan lahir dan batin yang bahagia dalam arti luas.[5] Sehingga tujuan dari pendidikan Islam yaitu mengembangkan fitrah manusia menjadi insan yang kamil dan dapat memberi manfaat bagi semua manusia.

II.            PEMBAHASAN

Historisitas pendidikan Islam di Nusantara bermula dari pengajian- pengajian di rumah- rumah penduduk yang dilakukan oleh para penyebar agama Islam, kemudian berkembang menjadi pengajian di langgar/ surau/ masjid dan pondok pesantren. Pada masa selanjutnya, muncullah bentuk madrasah dan upaya untuk memasukkan materi pendidikan Islam ke dalam kurikulum pendidikan umum yang didirikan oleh pemerintah kolonial Belanda. Pada masa kemerdekaan, bentuk- bentuk sistem pendidikan Islam baik pesantren, madrasah, maupun sekolah umum terus berlanjut, tetapi dengan perkembangan yang tampaknya menunjukkan ketertinggalan dari perkembangan masyarakat sendiri.[6]

Perkembangan pendidikan Islam di Indonesia antara lain ditandai oleh munculnya berbagai lembaga pendidikan secara bertahap, mulai dari yang amat sederhana, sampai ke tahap yang modern dan kompleks. Lembaga pendidikan Islam telah memainkan peran dan fungsinya sesuai kebutuhan masyarakat dan agama. Lembaga pendidikan Islam berjalan bersama dengan pendidikan Islam itu sendiri dalam rangka mendakwahkan Islam di Indonesia.

Sejarah pendidikan Islam Indonesia hakikatnya sangat berkaitan erat dengan sejarah Islam Indonesia, periode sejarah pendidikan Islam juga terkandung dalam sejarah Islam. Keduanya sangat berkaitan dan berjalan bersama dalam membimbing dan menyebarkan agama dan pendidikan Islam. Dalam makalah ini akan dijelaskan sejarah pendidikan Islam di Indonesia pada masa kerajaan Islam, masa penjajahan, dan masa kemerdekaan.

A.    Pendidikan Islam di Nusantara Masa Kerajaan Islam

Dalam catatan sejarah, terdapat beberapa kerajaan Islam yang tumbuh dan berkembang pada masa Kerajaan Islam di Indonesia antara lain kerajaan Perlak (840 M), Kerajaan Samudera Pasai (1267 M), Kerajaan Aceh Darussalam (1496 M), Kerajaan Demak (1349 M), Kerajaan Banjar (1521 M), Kerajaan Ternate dan Tidore (1257 M), dll.

Perkembangan pesantren di Indonesia sangat erat kaitannya dengan sejarah Islam di Indonesia sendiri, pendidikan di pesantren sebagai media dakwah penyebaran Islam terlebih pada masa Walisongo.[7] Pendidikan sebagai salah satu metode penyebaran agama Islam, sudah tentu membutuhkan tempat atau sarana untuk menyebarluaskan agama, pada awal mulanya berada di rumah penduduk, lalu kemudian terbentuklah pesantren, surau, dan meunasah.

Disepakati bersama oleh sejarawan Islam bahwa Islam pertama kali masuk ke Indonesia adalah di Sumatera (sekitar abad ke-7 dan 8 M). Sedangkan Islam masuk ke Jawa waktunya diduga kuat berdasarkan batu nisan kubur Fatimah binti Maimun di Laren (Gresik) sekitar tahun 475 H (1082 M).[8]

1.     Pesantren

Melalui jalur perdagangan, para muballigh meluangkan waktunya untuk mengajarkan agama kepada pemilik rumah yang mereka tempati untuk menginap. Bagi orang dewasa diajarkan pengetahuan agama yang terkait dengan pelaksanaan ibadah, terutama tata cara shalat lima waktu. Bagi anak-anak remaja diajarkan mengaji. Hal ini menegaskan posisi para pedagang yang menjalankan aktivitas ganda, selain sebagai pendatang dengan tujuan memasarkan barang dagangan juga sebagai muballigh.[9]

Pesantren dalam tujuannya yaitu untuk mempelajari, memahami, mendalami, menghayati, dan mengamalkan ajaran Islam dengan menekankan pentingnya moral keagamaan sebagai pedoman perilaku sehari- hari.[10] Pelopor berdirinya pesantren di Jawa yaitu Syekh Maulana Malik Ibrahim atau Syekh Maulana Maghribi (Gresik) akan tetapi pada perkembangan berikutnya tokoh paling sukses dalam pengembangan pondok pesantren ialah Sunan Ampel (Raden Rahmat), yang kemudian menelurkan beberapa pondok walisongo lainnya, seperti Pesantren Giri, Pesantren Demak, Pesantren Tuban, Pesantren Derajat dan pesantren-pesantren lain di Nusantara.[11]

Maulana Malik Ibrahim mencetak kader muballigh selama 30 tahun. Wali-wali lainnya adalah murid dari Maulana Malik Ibrahim yang digembleng dengan pendidikan sistem pondok pesantren.[12] Dari sini dapat dilihat bahwa pendidikan Islam sistem pesantren begitu efektif pada masa kerajaan Islam.

Unsur wajib pesantren yaitu masjid, kyai, santri, kitab dan asrama atau pondok.[13] Dengan sorogan dan bandongan sebagai metode pengajaran. ilmu-ilmu agama, seperti bahasa Arab, fiqhi, hadits, tafsir, ilmu kalam, tarikh (sejarah) dan sebagainya.[14]

2.     Surau

Disamping pesantren, pada masa kerajaan Islam terdapat pula surau dan meunasah. Surau dalam system adat Minangkabau adalah kepunyaan suku atau kaum sebagai pelengkap rumah gadang yang berfungsi sebagai tempat bertemu, berkumpul, rapat, dan tempat tidur bagi anak laki- laki yang telah akil baligh dan orang tua yang uzur.[15], sedangkan dalam bahasa sangskerta, surau berasal dari kata “Swarwa” yang artinya segala, semua, macam-macam, atau dengan kata lain seperti pusat pendidikan dan latihan yang ada saat ini.

Seiring dengan kedatangan Islam di Minangkabau proses pendidikan Islam dimulai oleh Syeikh Burhanudin sebagai pembawa Islam dengan menyampaikan pengajarannya melalui lembaga pendidikan surau.[16] Secara bertahap, eksistensi surau sebagai lembaga pendidikan Islam mengalami kemajuan. Ada dua jenjang pendidikan surau pada era ini, yaitu:

a)     Pengajaran al- Qur’an. Untuk mempelajari al- Qur’an ada dua macam tingkatan. Pertama, tingkatan rendah, yaitu pendidikan untuk memahami ejaan huruf al- Qur’an dan membaca al- Qur’an. Kedua, pendidikan atas, yaitu pendidikan membaca al- Qur’an dengan lagu, kasidah, barzanji, tajwid, dan kitab parukunan.

b)    Pengajian kitab. Materi pendidikan pada jenjang ini meliputi ilmu sharaf dan nahwu, ilmu fikih, ilmu tafsir, dan ilmu- ilmu lainnya. Cara mengajarkannya adalah dengan membaca sebuah kitab Arab dan kemudian diterjemahkan ke dalam bahasa Melayu, setelah itu lalu dijelaskan maksudnya.[17]

3.     Meunasah

Di Aceh, dikenal dengan meunasah yang diambil dari kata madrasah (bahasa Arab), karena dialek orang Aceh dibaca meunasah, meunasah merupakan tempat penggemblengan masyarakat gampong atau desa, yang tujuannya tidak lain ialah supaya masyarakat tersebut bisa menjadi manusia yang beriman dan bertaqwa kepada Allah SWT.[18]

Keberadaan meunasah sebagai lembaga pendidikan tingkat dasar sangat mempunyai arti di aceh. Semua orang tua memasukkan anaknya ke meunasah. Dengan kata lain, meunasah merupakan madrasah wajib belajar masyarakat Aceh masa lalu.[19] Sehingga kebutuhan serta kecintaan terhadap agama sangat tinggi nilainya bagi masyarakat Aceh.

Materi pengajaran di meunasah tidak jauh berbeda dengan surau. Materi pelajaran dimulai dengan membaca al- Qur’an yang dalam bahasa Aceh disebut Beuet Quran. Pelajaran diawali dengan mengajarkan huruf hijaiyah seperti yang terdapat dalam buku Qaidah Baghdadiyah, dengan metode mengeja huruf, kemudian merangkai huruf. Setelah itu dilanjutkan dengan membaca juz amma, sambil menghafalkan surat- surat pendek. Lanjut kepada membaca al- Qur’an besar dilengkapi dengan tajwidnya. Diajarkan pula pokok- pokok agama seperti rukun iman, rukun Islam, dan sifat- sifat tuhan. Selain itu juga diajarkan rukun sembahyang, rukun puasa, dan materi agama lainnya.[20]

Diantara materi kurikulum yang diajarkan dalam pendidikan Islam masa kerajaan Islam adalah terfokus pada ilmu-ilmu agama, seperti bahasa Arab, fiqih, hadits, tafsir, ilmu kalam, tarikh (sejarah) dan sebagainya.[21] Dengan kapasitas sebagai pedagang dari Gujarat, persia dll, mereka tidak serta merta piawai dalam hal perdagangan, tetapi juga hal agama.

Sejarah pendidikan Islam masa kerajaan Islam tidak lepas dari asal muasal datangnya Islam itu sendiri, pedagang sekaligus muballigh dari Timur Tengah melakukan kontak secara langsung terhadap rakyat serta mengajarkan Islam di tempat yang mereka singgahi di pesisir pantai Nusantara.

Historisitas pendidikan Islam masa kerajaan Islam tak lepas dari asal muasal masuknya Islam ke Indonesia, dengan jalur perdagangan, pendidikan, perkawinan, kesenian, dll. Islam masuk dan berkembang sejalan dengan pendidikan Islam pada masa itu, yang tergambarkan dalam pesantren, surau, dan meunasah.

B.    Pendidikan Islam di Nusantara Masa Penjajahan

Dalam sejarahnya, Belanda datang ke Indonesia dengan menerapkan politik etis dan misi kristenisasi dan westernisasi, mendapatkan perlawanan bagi masyarakat Indonesia, terlebih lagi pemimpin pondok pesatren yang secara keras dan lantang menentang kebijakan Belanda.[22] Hampir serupa dengan Jepang yang ingin menguasai dan mengambil kekayaan Indonesia serta penyebaran Nipponisasi Jepang pada saat itu.

Kondisi pendidikan Islam pada zaman Belanda sangat memperihatinkan. Umat Islam terus menerus mendapatkan tekanan dan perlakuan yang tidak menggembirakan. Namun umat Islam pantang menyerah, tetap berjuang hingga akhirnya pendidikan Islam  mengalami kebangkitan dan kemajuan.[23] Pada masa ini bermunculan lembaga pendidikan Islam seperti Jamiatul Khoir tahun 1905, Taman siswa tahun 1922, Indonesisch Nederland School tahun 1926, Muhammadiyah tahun 1921, Persatuan Islam tahun 1923, Nahdlatul Ulama tahun 1926.

Dalam konteks inilah akhirnya muncul dua bentuk kelembagaan pendidikan Islam; pertama, sekolah-sekolah umum model Belanda yang diberi muatan pengajaran Islam; kedua, madrasah-madrasah modern, yang secara terbatas mengadopsi substansi dan metodologi pendidikan modern Belanda. Dalam bentuk pertama, tercermin lahirnya Sekolah Adabiyah yang didirikan oleh Abdullah Ahmad di Padang pada tahun 1909. Sedangkan bentuk kedua ditemukan ‘Madrasah Diniyah Zainuddin Labay al-Yunusi’, atau Sumatera Thawalib, atau madrasah yang didirikan oleh al-Jami’atul al-Khairiyah dan juga madrasah yang dirikan oleh al-Irsyad al-Islamiyah.[24]

Semula proses pendidikan Islam lebih dimaksudkan untuk membekali generasi muda Islam dengan pengetahuan agama. Namun lambat laun bersamaan dengan hadirnya penjajah Belanda di bumi nusantara, pendidikan Islam di mushalla- mushalla (surau), justru membentengi dan menguatkan jiwa perjuangan pemuda serta sebagai sarana mengatur strategi perjuangan di bawah komando ulama.[25]

Pada saat penjajahan Jepang, beberapa kebijakan yang dibuat oleh Jepang mengenai pendidikan Islam antara lain:

a.     Kantor Urusan Agama (KUA) yang pada masa Belanda disebut sebagai Kantor Voor Islamistiche Saken yang dipimpin oleh orang-orang orientalisme Belanda, diubah oleh Jepang menjadi kantor Sumubi yang dipimpin oleh ulama Islam sendiri yaitu KH. Hasyim Asy’ari dan di daerah-daerah lain dibentuk Sumuka.

b.     Pondok pesantren yang besar-besar seringkali mendapat kunjungan dan bantuan dari pembesar Jepang.

c.     Sekolah Negeri diberi pelajaran budi pekerti yang isinya identik dengan ajaran agama.

d.     Pemerintah Jepang mengizinkan berdirinya Sekolah Tinggi Islam di Jakarta yang dipimpin oleh Wahid Hasyim, Kahar Muzakkir, dan Bung Hatta.[26]

Tetapi perlu diperhatikan bahwa semua kebaikan Jepang dengan membujuk melalui sektor agama bukan lain tidak ada maksud. Siasat tersebut digunakan untuk mendukung Jepang dalam perang Asia Timur dengan merampas kekayaan bumi Indonesia.

Pendidikan Islam masa penjajahan lebih kepada pertambahan materi pendidikan Islam, khususnya di pesantren. Sebagai contoh Pondok Pondok pesantren Mambaul Ulum Surakarta pada masa kesultanan Paku Bowono tahun 1906, telah menerima mata pelajaran umum sebagai bagian dari kurikulum pendidikannya dengan memasukkan mata pelajaran al-jabar dan berhitung. Pondok Pondok pesantren Teboireng mengiringinya pada tahun 1916 dengan memasukkan mata pelajaran bahasa Melayu, ilmu bumi dan menulis huruf latin, serta telah menggunakan gedung madrasah, bangku, meja belajar dan papan tulis.[27]

Historisitas pendidikan Islam masa penjajahan merupakan kelanjutan dari pendidikan Islam masa kerajaan Islam. Perkembangan pesat dunia perdagangan serta melimpahnya kekayaan alam Indonesia pada saat itu mengundang akan datangnya bangsa lain ke Indonesia, seperti Belanda dan Jepang. Dengan semangat yang dimiliki para Kyai dan Ulama, pendidikan Islam pada masa ini tidak hanya bertumpu pada ilmu pengetahuan agama, melainkan seperti bahasa, politik, pertanian, pertahanan, dll. Semua itu dalam upaya mempertahankan keyakinan Islam akan pengaruh penjajah Belanda dan Jepang.

C.    Pendidikan Islam di Nusantara Masa Kemerdekaan

Pada masa ini, muncul lembaga pendidikan agama Islam yang baru yaitu madrasah, muncul setelah adanya pembaharuan yang dilakukan oleh kalangan modernis di Indonesia dengan memasukkan sistem pendidikan modern pada madrasah itu sendiri.[28] Ruang belajar tidak lagi terbatas oleh dinding musholla atau masjid, dengan akulturasi zaman yang berkembang, ruang- ruang kelas disediakan untuk belajar yang sudah dilengkapi dengan kursi, meja, papan tulis, dll.

Madrasah merupakan pengembangan dari lembaga pendidikan pesantren pendidikan khas yaitu Islam dengan ditopang dengan pendidikan umum.[29] Hampir di seluruh penjuru kota di Indonesia memiliki lembaga ini, namun belum menjadi pilihan belajar utama bagi masyarakat.

Hal tersebut dikarenakan beberapa faktor, diantaranya kualitas pelayanan yang diberikan oleh madrasah dinilai masih rendah dibandingkan layanan pendidikan dari sekolah umum dan negeri serta pembelajaran madrasah saat ini masih lebih memfokuskan pada masalah-masalah keagamaan, sehingga unsur pengembangan IPTEK cenderung kurang mendapat porsi yang seimbang[30]

Diantara beberapa hal yang melatarbelakangi terbentuknya madrasah di Indonesia yaitu sebagai manifestasi dan realisasi pembaharuan sistem pendidikan Islam, sebagai usaha penyempurnaan terhadap sistem pesantren ke arah suatu sistem pendidikan yang lebih memungkinkan lulusannya memperoleh kesempatan yang sama dengan sekolah umum, dan sebagai upaya untuk menjembatani antara sistem pendidikan tradisional yang dilakukan oleh pesantren dan sistem pendidikan modern dari hasil akulturasi.[31]

Historisitas pendidikan Islam masa kemerdekaan merupakan perkembangan dari masa kolonial, munculnya madrasah dan kemajuan pesantren sebagai lembaga pendidikan Islam yang unik dan tidak mudah lekang dimakan oleh jaman. Tumbuh sejak 7 abad yang lalu bersamaan dengan proses islamisai di nusantara, pesantren hingga sekarang tetap bertahan bahkan lembaga ini menjadi dinamis, inovatif, dan mampu beradaptasi dengan perkembangan masyarakat.

Disamping itu terdapat beberapa sumbangan pemerintah terhadap pendidikan Islam di Indonesia, diantaranya adalah:

1.     Pendirian kementerian agama tahun 1946.

2.     Tumbuh dan berkembangnya lembaga pendidikan tinggi Islam

3.     Perhatian terhadap tumbuh dan kembangnya pendidikan Islam di sekolah dengan memberi materi pengetahuan agama di sekolah umum, dan pengetahuan umum di madrasah.

4.     Bantuan fasilitas dan sumbangan material kepada lembaga pendidikan Islam, seperti mengangkat guru agama, biaya pembangunan madrasah, bantuan buku pelajaran, dll.

5.     Masuknya pendidikan Islam dalam sistem pendidikan nasional

6.     Pemberdayaan pendidikan Islam non formal seperti TPQ, majelis taklim dll[32]

Perkembangan madrasah pada era modern ini masih mengutip pendidikan islam sistem pesatren era penjajahan bahkan era kerajaan islam. madrasah yang masih didominansi dengan kemampuan level rendah yang diubah menjadi proses pendidikan yang harus mengembangkan model pendidikan why yang menyajikan materi pelajaran yang rasional.[33] Madrasah perlu mengikuti system pembelajaran yang berkembang, seperti halnya kurikulum 2013 yang sudah menerapkan pada aspek kognitif, afektif dan psikomotorik.

III.          PENUTUP

Historisitas pendidikan Islam masa kerajaan Islam tak lepas dari asal muasal masuknya Islam ke Indonesia, dengan jalur perdagangan, pendidikan, perkawinan, kesenian, dll. Islam masuk dan berkembang sejalan dengan pendidikan Islam pada masa itu, yang tergambarkan dalam pesantren, surau, dan meunasah.

Historisitas pendidikan Islam masa penjajahan merupakan kelanjutan dari pendidikan Islam masa kerajaan Islam. Perkembangan pesat dunia perdagangan serta melimpahnya kekayaan alam Indonesia pada saat itu mengundang akan datangnya bangsa lain ke Indonesia, seperti Belanda dan Jepang. Dengan semangat yang dimiliki para Kyai dan Ulama, pendidikan Islam pada masa ini tidak hanya bertumpu pada ilmu pengetahuan agama, melainkan seperti bahasa, politik, pertanian, pertahanan, dll. Semua itu dalam upaya mempertahankan keyakinan Islam akan pengaruh penjajah Belanda dan Jepang.

Historisitas pendidikan Islam masa kemerdekaan merupakan perkembangan dari masa kolonial, munculnya madrasah dan kemajuan pesantren sebagai lembaga pendidikan Islam yang unik dan tidak mudah lekang dimakan oleh jaman. Tumbuh sejak 7 abad yang lalu bersamaan dengan proses islamisai di nusantara, pesantren hingga sekarang tetap bertahan bahkan lembaga ini menjadi dinamis, inovatif, dan mampu beradaptasi dengan perkembangan masyarakat.

Demikianlah pembahasan makalah yang dapat pemakalah sampaikan, pemakalah menyadari dalam penulisan makalah masih terdapat banyak kekurangan dan kesalahan. Kritik dan saran dibutuhkan guna perbaikan dan kemajuan isi dari makalah ini.


DAFTAR PUSTAKA

Afida, Ifa, Historitas Lembaga Pendidikan Islam di Indonesia, Falasifa, Vol. 9 No. 1, 2018.

Alfiani, M. Miftah, dkk, Islamisasi Nusantara dan Sejarah Sosial Pendidikan Islam, Fikrotuna; Jurnal Pendidikan dan Manajemen Islam, Vol. 9, No. 1, 2019.

Anam, Saeful, Karakteristik dan Sistem Pendidikan Islam: Mengenal Sejarah Pesantren, Surau, dan Meunasah di Indonesia, JALIE: Journal of Applied Linguistics and Islamic Education, Vol. 1, No. 1, 2017.

Aslan, Hifza, Pendidikan Islam Masa Penjajahan Jepang di Sambas, Indonesia, Edukasia Islamika, Vol. 4, No. 2, 2019.

Hasnida, Sejarah Perkembangan Pendidikan Islam Di Indonesia Pada Masa Pra Kolonialisme Dan Masa Kolonialisme (Belanda, Jepang, Sekutu), Kordinat, Vol. 16, No. 2, 2017.

Huda, Mualimul, Eksistensi Pesantren Dan Deradikalisasi Pendidikan Islam Di Indonesia, Fokus: Jurnal Kajian Keislaman dan Kemasyarakatan, Vol. 3, No. 1, 2018.

Mukhyidin, Imam dkk, Analisis Konsep Pendidikan Islam Humanisme Religius Menurut Abdurrahman Mas’ud, Millah: Jurnal Studi Agama, Vol. 20, No. 1, 2020.

Nursyarief, Aisyah, Pendidikan Islam di Indonesia dalam Lintasan Sejarah, Lentera Pendidikan, Vol. 17, No. 2, 2014.

Susmihara, Pendidikan Islam Masa Kerajaan Islam Di Nusantara, Jurnal Rihlah, Vol. 6, No. 1, 2018.

Usa, Muslih dan Aden Wijdan, Pendidikan Islam dalam Peradaban Industrial, Yogyakarta: Aditya Media, 1997.

Wahyuni, Imelda, Pendidikan Islam Masa Pra Islam Di Indonesia, Jurnal Al- Ta’dib, Vol. 6, No.2, 2013.

 

 

Asrohah, Hanun, Sejarah Pendidikan Islam, Jakarta: Logos. 1999.

Majid, Nurcholish, Bilik-Bilik Pondok pesantren, Sebuah Potret Perjalanan, Jakarta: Dian Rakyat, 2003.

Mas’ud, Abdurrahman, Mendakwahkan Smiling Islam: Dialog Kemanusiaan Islam Dan Barat, Tangerang: Pustaka Compass, 2019.

Mastuhu, Dinamika Sistem Pendidikan Pesantren, Jakarta: INIS, 1994.

Muhaimin dan Abd Mudjib, Pemikiran Pendidikan Islam: Kajian Filosofis dan Kerangka Dasar Oprasionalisasinya, Bandung: Trigenda Karya, 1993.

Muhammad, Herry, Tokoh-Tokoh Islam yang Berpengaruh Abad 20, Jakarta: Gema Insani, 2006.

Murtopo, Ali, Paradigma Baru Pondok pesantren Masa Depan, Palembang: Aulia Cendikia Press, 2012.

Nasution, Harun, Islam Rasional, Bandung: Mizan, 1996.

Nata, Abuddin, Sejarah Pendidikan Islam, Jakarta: Kencana, 2011.

Saefudin, A.M. On Islamic Civilization, Semarang: UNISSULA Press, 2010.

 



[1]M. Miftah Alfiani, dkk, Islamisasi Nusantara dan Sejarah Sosial Pendidikan Islam, (Fikrotuna; Jurnal Pendidikan dan Manajemen Islam, Vol. 9, No. 1, 2019), hlm. 1129- 1130.

[2]Ifa Afida, Historitas Lembaga Pendidikan Islam di Indonesia, (Falasifa, Vol. 9 No. 1, 2018), hlm. 18.

[3]Harun Nasution, Islam Rasional, (Bandung: Mizan, 1996), hlm. 386.

[4]Herry Muhammad, Tokoh-Tokoh Islam yang Berpengaruh Abad 20, (Jakarta: Gema Insani, 2006), hlm. 89. 

[5]Muslih Usa dan Aden Wijdan, Pendidikan Islam dalam Peradaban Industrial, (Yogyakarta: Aditya Media, 1997), hlm. 178.

[6]A.M. Saefudin, On Islamic Civilization, (Semarang: UNISSULA Press, 2010), hlm. 662.

[7]Saeful Anam, Karakteristik dan Sistem Pendidikan Islam: Mengenal Sejarah Pesantren, Surau, dan Meunasah di Indonesia, (JALIE: Journal of Applied Linguistics and Islamic Education, Vol. 1, No. 1, 2017), hlm. 149.

[8]Susmihara, Pendidikan Islam Masa Kerajaan Islam Di Nusantara, (Jurnal Rihlah, Vol. 6, No. 1, 2018), hlm. 14.

[9]Imelda Wahyuni, Pendidikan Islam Masa Pra Islam Di Indonesia, (Jurnal Al- Ta’dib, Vol. 6, No.2, 2013), hlm. 135.

[10]Mastuhu, Dinamika Sistem Pendidikan Pesantren, (Jakarta: INIS, 1994) hlm. 55.

[11]Saeful Anam, Karakteristik dan..., 151.

[12]Hasnida, Sejarah Perkembangan Pendidikan Islam Di Indonesia Pada Masa Pra Kolonialisme Dan Masa Kolonialisme (Belanda, Jepang, Sekutu), (Kordinat, Vol. 16, No. 2, 2017), hlm. 243.

[13]Mualimul Huda, Eksistensi Pesantren Dan Deradikalisasi Pendidikan Islam Di Indonesia, (Fokus: Jurnal Kajian Keislaman dan Kemasyarakatan, Vol. 3, No. 1, 2018), hlm. 91.

[14]Imelda Wahyuni, Pendidikan Islam..., 138.

[15]Azyumardi Azra, Pendidikan Islam Tradisi dan Modernisasi Menuju Milenium Baru, (Jakarta: Logos, 1990), hlm. 19.

[16]Hasnida, Sejarah Perkembangan..., 246.

[17]Samsul Nizar, Sejarah Pendidikan Islam, (Jakarta: Kencana, 2007), hlm. 281.

[18]Kemenagacehtimur.com. diakses pada 20 September 2012 hlm

[19]Abuddin Nata, Sejarah Pertumbuhan dan Perkembangan Lembaga- Lembaga Pendidikan Islam di Indonesia,, (Jakarta: Grasindo, 2001), hlm. 45.

[20]Samsul Nizar, Sejarah..., 285.

[21]Imelda Wahyuni, Pendidikan Islam..., 138.

[22]Hifza Aslan, Pendidikan Islam Masa Penjajahan Jepang di Sambas, Indonesia, (Edukasia Islamika, Vol. 4, No. 2, 2019), hlm. 183.

[23]Abuddin Nata, Sejarah Pendidikan Islam, (Jakarta: Kencana, 2011), hlm. 288.

[24]Nurcholish Majid, Bilik-Bilik Pondok pesantren, Sebuah Potret Perjalanan, (Jakarta: Dian Rakyat, 2003), hlm . 16.

[25]Muslih Usa dan Aden Wijdan, Pendidikan Islam…, 189.

[26]Hanun Asrohah, Sejarah Pendidikan Islam, (Jakarta: Logos. 1999), hlm. 175.

[27]Ali Murtopo, Paradigma Baru Pondok pesantren Masa Depan, (Palembang: Aulia Cendikia Press, 2012), hlm. 24.

[28]Imelda Wahyuni, Pendidikan Islam..., 141.

[29]Imam Mukhyidin dkk, Analisis Konsep Pendidikan Islam Humanisme Religius Menurut Abdurrahman Mas’ud, (Millah: Jurnal Studi Agama, Vol. 20, No. 1, 2020), hlm. 50-51.

[30]Imam Mukhyidin dkk, Analisis Konsep ... 51

[31]Muhaimin dan Abd Mudjib, Pemikiran Pendidikan Islam: Kajian Filosofis dan Kerangka Dasar Oprasionalisasinya, (Bandung: Trigenda Karya, 1993), hlm. 305

[32]Aisyah Nursyarief, Pendidikan Islam ... 264- 266.

[33]Abdurrahman Mas’ud, Mendakwahkan Smiling Islam: Dialog Kemanusiaan Islam Dan Barat, (Tangerang: Pustaka Compass, 2019), hlm. 304 .