Selasa, 17 Juli 2018

DEFINISI AL QURAN DAN PERBEDAANNYA DENGAN HADITS QUDSI


       I.            

DEFINISI AL QURAN DAN PERBEDAANNYA DENGAN HADITS QUDSI

MAKALAH
Disusun untuk memenuhi tugas
Mata Kuliah : Ulumul Quran
Dosen Pengampu : Dr Hamdani Muin
Disusun oleh :
Fazka Khoiru Rijal      (123111072)
Umi Nihayah               (1403066038)
Nur Istirokhiyati         (1403066042)

FAKULTAS ILMU TARBIYAH DAN KEGURUAN
UNIVERSITAS NEGERI WALISONGO
SEMARANG
2015

PENDAHULUAN
Mendalami al-Qur’an itu memang terkait dengan banyak variable ilmu yang perlu dikuasai, seperti sejarah, asbab nuzul, qira’at, nasikh mansukh, isra’illiyat, dan lain-lain. Namun tidak berarti al-Qur’an itu menyulitkan, justru ini adalah bekal yang harus dibawa saat mengarungi samudra al-Qur’an.
Baik hadits Nabawi, hadits Qudsi maupun al-Qur’an, ketiganya diterima oleh sahabat dari Nabi SAW. Dilihat dari satu sudut ini saja, terlihat betapa Rasulullah sangat luar biasa, terutama dalam hal kekuatan hafalan atau daya ingatannya. Rasulullah dengan sumber- sumber tersebut membina umatnya, yang berlatar belakang suku, adat, dan kemampuan yang berbeda- beda menjadi satu umat yang kokoh yang saling menunjang untuk kepentingan membina umat dan menerapkan serta menjelaskan syari’at Islam.
Oleh karena itu, pembahasan kali ini, kami membawakan uraian tentang definisi al-Qur’an serta perbedaannya dengan hadits Qudsi.

    II.            RUMUSAN MASALAH
A.    Apa Definisi al-Qur’an?
B.     Apakah perbedaan antara al-Qur’an dengan Hadits Qudsi?

 III.            PEMBAHASAN
A.    Definisi al-Qur’an
Secara Bahasa, al-Qur’an berasal dari ق-ر- أ dengan masdar qara’a - qira’atan -qur’anan, yang berarti mengumpulkan.[1] Tokoh ulama az-Zujaj berpendapat bahwa “al-Quran” merupakan sifat yang berwazan fa’lan yang diderivasikan dari al-Qar’u, yang bermakna al-jam’u yaitu mengumpulkan. Sementara itu, Al-Zarqasyi mengemukakan pendapatnya bahwa  kata Quran berasal dari kata Qara’a yang berarti Dzahara dan Bayana yaitu yang tampak , jelas, atau gamblang. Alasannya, karena jika orang membaca Al-Quran, berarti ia menampakkan dan mengeluarkan Al-quran.[2]
Secara istilah, makna al-Qur’an adalah kitab suci umat islam yang diturunkan oleh Allah SWT kepada Nabi Muhammad SAW melalui perantara malaikat jibril, untuk diteruskan penyampaiannya kepada seluruh umat manusia di muka bumi ini sampai akhir zaman nanti, dan bernilai ibadah bagi pembacanya. Al-Qur’an adalah kitab suci terakhir bagi umat manusia dan sesudahnya tidak akan ada lagi Kitab Suci yang akan diturunkan oleh Allah SWT, oleh karenanya Al-Qur’an adalah petunjuk lengkap bagi umat manusia sejak turunnya Al-Qur’an 15 abad yang lalu dan akan tetap sesuai dengan perkembangan zaman pada saat ini maupun untuk masa yang akan datang sampai dengan datangnya hari kiamat nanti.[3]
Diantara nama- nama lain dari al-Qur’an, sebagian darinya antara lain:
a.       Al- Kitab. Dinamai Kitab karena ayat- ayat al-Quran tertulis dalam bentuk kitab. Seperti yang difirmankan Allah dalam QS Al Baqarah ayat 2, yang artinya, “Kitab ini tidak ada keraguan padanya sebagai petunjuk bagi orang- orang yang bertakwa.”
b.      Al- Furqan. Yang artinya pembeda. Artinya al-Quran menjelaskan antara yang hak dan yang batil, antara yang benar dan yang salah, dan antara yang baik dan buruk. Seperti yang difirmankan Allah dalam QS al Furqan ayat 1, yang artinya, “Maha Suci Allah yang telah menurunkan al Furqan kepada hamba-Nya (Muhammad), agar dia menjadi pemberi peringatan kepada seluruh alam.”
c.       Al- Dzikr. Yang artinya peringatan karena menurut al- Zarkasyi, al-Quran mengandung peringatan- peringatan, nasihat- nasihat, serta informasi mengenai umat yang telah lalu yang tentu saja sebagai peringatan dan nasihat bagi orang yang bertakwa. Seperti yang difirmankan Allah dalam QS Al Hijr ayat 6, yang artinya, “Dan mereka berkata: wahai orang yang diturunkan padanya Al Dzikr.”[4]


B.     Perbedaan antara al-Qur’an dengan Hadits Qudsi
Dari sudut kebahasaan kata “Qudsi” berasal dari kata “qadusa, yaqdusu, qudsan”, yang artinya suci atau bersih. Maka kata “Hadits Qudsi” artinya ialah Hadits yang suci. Makna dari hadits Qudsi juga disebut Hadits ilahy. Maka arti dari Hadits Qudsi adalah setiap Hadits yang disabdakan Nabi SAW dengan mengatakan “Allah berfirman” dan mengandung penyandaran Nabi SAW kepada Allah.
Ath Thiby berkata, “Hadits qudsi ialah titah Tuhan yang disampaikan kepada Nabi di dalam mimpi atau dengan jalan ilham, lalu Nabi menerangkan apa yang dimimpikannya itu dengan susunan perkataan beliau sendiri serta menyandarkannya kepada Allah”. Pada hadits yang lain beliau tidak mengatakan, “Allah berfirman…”
Abul Baqa’ al Ukbary dalam Kulliyat-nya, mengenai perbedaan antara al Quran dengan hadits qudsi berkata, “al Quran ialah wahyu yang lafal dan maknanya dari Allah SWT. Adapun hadits qudsi ialah wahyu yang lafalnya dari Rasul, sedangkan maknanya dariAllah, diturunkan dengan jalan ilham atau jalan mimpi.”[5]
Manna’ Qathan dalam bukunya Mabahits fi Ulum al Quran menjelaskan bahwa hadits qudsi adalah segala yang disandarkan Nabi SAW kepada Allah, atau kata lain bahwa Nabi meriwayatkan meriwayatkan dari Allah dengan menggunakan lafadznya.[6]
Disebut Hadits Qudsi karena ia muncul dari Allah SWT, dipandang dari segi keberadaan Allah SWT sebagai yang memfirmankan dan yang memunculkan untuk mula pertamanya. Adapun keberadaannya sebagai hadits adalah karena Rasul menceritakan dari Allah SWT. Karena itu jika berkenaan dengan al- Quran, dikatakan “Allah berfirman”, sedangkan jika berkenaan dengan hadits Qudsi dikatakan: “Rasul SAW bersabda tentang apa yang diriwayatkan dari Tuhannya”.[7]
Mengenai perbedaan antara al Qur’an dengan hadits qudsi, ada sekitar 6 perbedaan, antara lain:
a.       Pertama, al Qur’an merupakan mukjizat terbesar bagi Nabi Muhammad SAW, sedangkan hadits Qudsi bukan
b.      Kedua, Al Qur’an redaksi dan maknanya langsung dari Allah SWT sedangkan hadits qudsi maknanya dari Allah dan redaksinya dari Nabi SAW.
c.       Ketiga, dalam shalat al Qur’an merupakan bacaan yang diwajibkan sehingga tidak sah salat seseorang kecuali dengan bacaan al Qur’an. Hal ini tidak berlaku pada hadits qudsi.
d.      Keempat, menolak al Qu’an merupakan perbuatan kufur, berbeda dengan penolakan hadits qudsi.
e.       Kelima, al Qur’an diturunkan melalui perantaraan malaikat Jibril sedangkan hadits qudsi diberikan langsung baik melaluiilham maupun mimpi.
f.       Keenam, perlakuan atau sikap seseorang terhadap al Qur’an diatur oleh beberapa aturan, seperti keharusan bersuci dari hadas ketika memegang atau membacanya, serta tidak boleh menyalin ke dalam bahasa lain tanpa dituliskan aslinya. Hal ini tidak berlaku dalam hadits qudsi.[8]
Contoh hadits qudsi:
عن أبي هريرة رضي الله عنه أن رسول الله صلى الله عليه وسلم قال : يقول الله تعالى : (( أَنا عِنْدَ ظَنِّ عَبْدِي بِي , وَأنَا مَعَهُ حَيْث يَذْكُرُنِى )) رواه البخارى
Artinya: Dari Abu Hurairah RA , sesungguhnya Rasulullah SAW bersabda: Allah berfirman, “Aku, menurut prasangkaan hamba-Ku dan aku besertanya dimana saja dia menyebut (mengingat) Aku.” HR Al Bukhary.
قال الله تعالى: كُلُّ عَمَالِ ابن آدَمَ لَهُ إِلاّ الصَّوْمَ فَإِنَّهُ لِيْ وَ أَنَا أَجْزِىْ بِهِ وَالصِّيَامُ جُنَّةٌ , فَإِذَا كان يَوْمُ صَوْمِ أَحَدِكُمْ فَلاَ يَرْفُثْ ولاَ يَصْخَبْ فَإِنْ سَابَّهُ أَحَدٌ أَوْقَاتَلَهُ , فَلْيَقُلْ : إِنِّيْ صَائِمٌ . (رواه البخارى ومسلم)
Artinya: Allah berfirman, “Seluruh amal anak Adam untuk dirinya sendiri kecuali puasa. Puasa itu untuk-Ku, dan Aku sendiri yang akan memberikan balasannya. Puasa itu perisai. Apabila seseorang diantara kamu berpuasa, janganlah dia memaki- maki, mengeluarkan kata- kata keji dan jangan dia membuat kegaduhan. Jika dia dicaci oleh seseorang, atau dibunuh (hendak dibunuh), hendaklah dia katakana: Saya berpuasa.” HR Bukhary dan Muslim.[9]

 IV.            KESIMPULAN
Setelah pembahasan di atas, kita menyimpulkan bahwa, secara bahasa, al-Qur’an berasal dari ق-ر- أ dengan masdar qara’a - qira’atan -qur’anan, yang berarti mengumpulkan. Secara istilah, makna al-Qur’an adalah kitab suci umat islam yang diturunkan oleh Allah SWT kepada Nabi Muhammad SAW melalui perantara malaikat jibril, untuk diteruskan penyampaiannya kepada seluruh umat manusia di muka bumi ini sampai akhir zaman nanti, dan bernilai ibadah bagi pembacanya. Diantara nama- nama lain al Quran antara lain al-Kitab, al-Furqan, al- Dzikr, dll
Hadits qudsi adalah setiap Hadits yang disabdakan Nabi SAW dengan mengatakan “Allah berfirman” dan mengandung penyandaran Nabi SAW kepada Allah. Sedangkan perbedaannya dengan al-Quran antara lain Pertama, al Qur’an merupakan mukjizat terbesar bagi Nabi Muhammad SAW, sedangkan hadits Qudsi bukan. Kedua, Al Qur’an redaksi dan maknanya langsung dari Allah SWT sedangkan hadits qudsi maknanya dari Allah dan redaksinya dari Nabi SAW. Ketiga, dalam shalat al Qur’an merupakan bacaan yang diwajibkan sehingga tidak sah salat seseorang kecuali dengan bacaan al Qur’an. Hal ini tidak berlaku pada hadits qudsi. Keempat, menolak al Qu’an merupakan perbuatan kufur, berbeda dengan penolakan hadits qudsi. Kelima, Al Qur’an diturunkan melalui perantaraan malaikat Jibril sedangkan hadits qudsi diberikan langsung baik melaluiilham maupun mimpi. Keenam perlakuan atau sikap seseorang terhadap al Qur’an diatur oleh beberapa aturan.


    V.            PENUTUP
Mungkin cukup sampai sekian pembahasan makalah dari kelompok kami untuk hari ini, mungkin apabila terjadi kesalahan baik melalui lisan maupun tulisan, kami segenap pemakalah yang bertugas mengucapkan ucapan maaf yang sebesar- besarnya. Dan harapan kami agar makalah ini dapat bermanfaat bagi kita di dunia dan akhirat. Amin…


DAFTAR PUSTAKA
Ash- Shiddieqy, Muhammad Hasbi, Sejarah dan Pengantar ilmu Hadits, Semarang: Pustaka Rizki Putra, 2013.
Hermawan, Acep, ‘Ulumul Quran, Bandung : Remaja Rosdakarya, 2011.
Qathan, Manna’, Mabahits fi Ulum al Quran, Riyadh: Mansyurat al ‘Ashr al Hadits, 1990.
Rofiah, Kusniati, Studi Ilmu Hadith, Yogyakarta: Nadi Offset Yogyakarta, 2010.
Wardhana, Wisnu Arya, Al-Qur’an dan Energi Nuklir, Yogyakarta : Pustaka pelajar, 2004.


[1]. Manna’ Qathan, Mabahits fi Ulum al Quran, (Riyadh: Mansyurat al ‘Ashr al Hadits, 1990), hlm. 20.
[2]. Acep Hermawan, ‘Ulumul Quran, (Bandung : Remaja Rosdakarya, 2011), hlm. 12.
[3]. Wisnu Arya Wardhana, Al-Qur’an dan Energi Nuklir, (Yogyakarta : Pustaka pelajar, 2004), hlm.46.
[4]. Acep Hermawan, ‘Ulumul Quran, (Bandung : Remaja Rosdakarya, 2011),  hlm. 15-16.
[5]. Muhammad Hasbi Ash- Shiddieqy, Sejarah dan Pengantar ilmu Hadits, (Semarang: Pustaka Rizki Putra, 2013), hlm. 18.
[6]. Manna’ Qathan, Mabahits fi Ulum al Quran, (Riyadh: Mansyurat al ‘Ashr al Hadits, 1990), hlm. 25.
[7]. Kusniati Rofiah,  Studi Ilmu Hadith, (Yogyakarta: Nadi Offset Yogyakarta, 2010), hlm. 34.
[8]. Kusniati Rofiah,  Studi Ilmu Hadith, (Yogyakarta: Nadi Offset Yogyakarta, 2010), hlm. 38.
[9]. Muhammad Hasbi Ash- Shiddieqy, Sejarah dan Pengantar ilmu Hadits, (Semarang: Pustaka Rizki Putra, 2013), hlm. 19.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar