I.
DEFINISI AL
QURAN DAN PERBEDAANNYA DENGAN HADITS QUDSI
MAKALAH
Disusun untuk
memenuhi tugas
Mata Kuliah : Ulumul
Quran
Dosen Pengampu
: Dr Hamdani Muin
Disusun oleh :
Fazka Khoiru
Rijal (123111072)
Umi Nihayah (1403066038)
Nur
Istirokhiyati (1403066042)
FAKULTAS ILMU
TARBIYAH DAN KEGURUAN
UNIVERSITAS
NEGERI WALISONGO
SEMARANG
2015
PENDAHULUAN
Mendalami al-Qur’an itu memang terkait dengan banyak
variable ilmu yang perlu dikuasai, seperti sejarah, asbab nuzul, qira’at,
nasikh mansukh, isra’illiyat, dan lain-lain. Namun tidak berarti al-Qur’an itu
menyulitkan, justru ini adalah bekal yang harus dibawa saat mengarungi samudra
al-Qur’an.
Baik hadits Nabawi, hadits Qudsi maupun al-Qur’an,
ketiganya diterima oleh sahabat dari Nabi SAW. Dilihat dari satu sudut ini
saja, terlihat betapa Rasulullah sangat luar biasa, terutama dalam hal kekuatan
hafalan atau daya ingatannya. Rasulullah dengan sumber- sumber tersebut membina
umatnya, yang berlatar belakang suku, adat, dan kemampuan yang berbeda- beda menjadi
satu umat yang kokoh yang saling menunjang untuk kepentingan membina umat dan
menerapkan serta menjelaskan syari’at Islam.
Oleh karena itu, pembahasan kali ini, kami
membawakan uraian tentang definisi al-Qur’an serta perbedaannya dengan hadits
Qudsi.
II.
RUMUSAN
MASALAH
A.
Apa Definisi
al-Qur’an?
B.
Apakah perbedaan
antara al-Qur’an dengan Hadits Qudsi?
III.
PEMBAHASAN
A.
Definisi
al-Qur’an
Secara Bahasa, al-Qur’an berasal dari ق-ر- أ dengan masdar qara’a - qira’atan
-qur’anan, yang berarti mengumpulkan.[1]
Tokoh ulama az-Zujaj berpendapat bahwa “al-Quran” merupakan sifat yang berwazan
fa’lan yang diderivasikan dari al-Qar’u, yang bermakna al-jam’u
yaitu mengumpulkan. Sementara itu, Al-Zarqasyi mengemukakan pendapatnya
bahwa kata Quran berasal dari kata
Qara’a yang berarti Dzahara dan Bayana yaitu yang tampak , jelas, atau
gamblang. Alasannya, karena jika orang membaca Al-Quran, berarti ia menampakkan
dan mengeluarkan Al-quran.[2]
Secara istilah, makna al-Qur’an adalah kitab
suci umat islam yang diturunkan oleh Allah SWT kepada Nabi Muhammad SAW melalui
perantara malaikat jibril, untuk diteruskan penyampaiannya kepada seluruh umat
manusia di muka bumi ini sampai akhir zaman nanti, dan bernilai ibadah bagi
pembacanya. Al-Qur’an adalah kitab suci terakhir bagi umat manusia dan
sesudahnya tidak akan ada lagi Kitab Suci yang akan diturunkan oleh Allah SWT,
oleh karenanya Al-Qur’an adalah petunjuk lengkap bagi umat manusia sejak
turunnya Al-Qur’an 15 abad yang lalu dan akan tetap sesuai dengan perkembangan
zaman pada saat ini maupun untuk masa yang akan datang sampai dengan datangnya
hari kiamat nanti.[3]
Diantara nama- nama lain dari al-Qur’an,
sebagian darinya antara lain:
a.
Al- Kitab. Dinamai
Kitab karena ayat- ayat al-Quran tertulis dalam bentuk kitab. Seperti yang
difirmankan Allah dalam QS Al Baqarah ayat 2, yang artinya, “Kitab ini tidak
ada keraguan padanya sebagai petunjuk bagi orang- orang yang bertakwa.”
b.
Al- Furqan. Yang artinya
pembeda. Artinya al-Quran menjelaskan antara yang hak dan yang batil, antara
yang benar dan yang salah, dan antara yang baik dan buruk. Seperti yang
difirmankan Allah dalam QS al Furqan ayat 1, yang artinya, “Maha Suci Allah
yang telah menurunkan al Furqan kepada hamba-Nya (Muhammad), agar dia menjadi
pemberi peringatan kepada seluruh alam.”
c.
Al- Dzikr. Yang artinya
peringatan karena menurut al- Zarkasyi, al-Quran mengandung peringatan-
peringatan, nasihat- nasihat, serta informasi mengenai umat yang telah lalu
yang tentu saja sebagai peringatan dan nasihat bagi orang yang bertakwa.
Seperti yang difirmankan Allah dalam QS Al Hijr ayat 6, yang artinya, “Dan
mereka berkata: wahai orang yang diturunkan padanya Al Dzikr.”[4]
B.
Perbedaan antara
al-Qur’an dengan Hadits Qudsi
Dari sudut kebahasaan kata “Qudsi”
berasal dari kata “qadusa, yaqdusu, qudsan”, yang artinya suci atau
bersih. Maka kata “Hadits Qudsi” artinya ialah Hadits yang suci. Makna
dari hadits Qudsi juga disebut Hadits ilahy. Maka arti dari Hadits Qudsi
adalah setiap Hadits yang disabdakan Nabi SAW dengan mengatakan “Allah
berfirman” dan mengandung penyandaran Nabi SAW kepada Allah.
Ath Thiby berkata, “Hadits qudsi ialah
titah Tuhan yang disampaikan kepada Nabi di dalam mimpi atau dengan jalan
ilham, lalu Nabi menerangkan apa yang dimimpikannya itu dengan susunan
perkataan beliau sendiri serta menyandarkannya kepada Allah”. Pada hadits yang
lain beliau tidak mengatakan, “Allah berfirman…”
Abul Baqa’ al Ukbary dalam Kulliyat-nya,
mengenai perbedaan antara al Quran dengan hadits qudsi berkata, “al Quran ialah
wahyu yang lafal dan maknanya dari Allah SWT. Adapun hadits qudsi ialah wahyu
yang lafalnya dari Rasul, sedangkan maknanya dariAllah, diturunkan dengan jalan
ilham atau jalan mimpi.”[5]
Manna’ Qathan dalam bukunya Mabahits
fi Ulum al Quran menjelaskan bahwa hadits qudsi adalah segala yang
disandarkan Nabi SAW kepada Allah, atau kata lain bahwa Nabi meriwayatkan
meriwayatkan dari Allah dengan menggunakan lafadznya.[6]
Disebut Hadits Qudsi karena ia muncul
dari Allah SWT, dipandang dari segi keberadaan Allah SWT sebagai yang
memfirmankan dan yang memunculkan untuk mula pertamanya. Adapun keberadaannya
sebagai hadits adalah karena Rasul menceritakan dari Allah SWT. Karena itu jika
berkenaan dengan al- Quran, dikatakan “Allah berfirman”, sedangkan jika
berkenaan dengan hadits Qudsi dikatakan: “Rasul SAW bersabda tentang apa
yang diriwayatkan dari Tuhannya”.[7]
Mengenai perbedaan antara al Qur’an
dengan hadits qudsi, ada sekitar 6 perbedaan, antara lain:
a.
Pertama, al
Qur’an merupakan mukjizat terbesar bagi Nabi Muhammad SAW, sedangkan hadits
Qudsi bukan
b.
Kedua, Al Qur’an
redaksi dan maknanya langsung dari Allah SWT sedangkan hadits qudsi maknanya
dari Allah dan redaksinya dari Nabi SAW.
c.
Ketiga, dalam
shalat al Qur’an merupakan bacaan yang diwajibkan sehingga tidak sah salat
seseorang kecuali dengan bacaan al Qur’an. Hal ini tidak berlaku pada hadits
qudsi.
d.
Keempat, menolak
al Qu’an merupakan perbuatan kufur, berbeda dengan penolakan hadits qudsi.
e.
Kelima, al Qur’an
diturunkan melalui perantaraan malaikat Jibril sedangkan hadits qudsi diberikan
langsung baik melaluiilham maupun mimpi.
f.
Keenam,
perlakuan atau sikap seseorang terhadap al Qur’an diatur oleh beberapa aturan,
seperti keharusan bersuci dari hadas ketika memegang atau membacanya, serta
tidak boleh menyalin ke dalam bahasa lain tanpa dituliskan aslinya. Hal ini
tidak berlaku dalam hadits qudsi.[8]
Contoh hadits qudsi:
عن أبي هريرة رضي الله عنه أن رسول
الله صلى الله عليه وسلم قال : يقول الله تعالى : (( أَنا عِنْدَ ظَنِّ عَبْدِي
بِي , وَأنَا مَعَهُ حَيْث يَذْكُرُنِى )) رواه البخارى
Artinya: Dari Abu Hurairah RA ,
sesungguhnya Rasulullah SAW bersabda: Allah berfirman, “Aku, menurut
prasangkaan hamba-Ku dan aku besertanya dimana saja dia menyebut (mengingat)
Aku.” HR Al Bukhary.
قال الله تعالى: كُلُّ عَمَالِ ابن
آدَمَ لَهُ إِلاّ الصَّوْمَ فَإِنَّهُ لِيْ وَ أَنَا أَجْزِىْ بِهِ وَالصِّيَامُ
جُنَّةٌ , فَإِذَا كان يَوْمُ صَوْمِ أَحَدِكُمْ فَلاَ يَرْفُثْ ولاَ يَصْخَبْ
فَإِنْ سَابَّهُ أَحَدٌ أَوْقَاتَلَهُ , فَلْيَقُلْ : إِنِّيْ صَائِمٌ . (رواه
البخارى ومسلم)
Artinya: Allah berfirman, “Seluruh amal
anak Adam untuk dirinya sendiri kecuali puasa. Puasa itu untuk-Ku, dan Aku
sendiri yang akan memberikan balasannya. Puasa itu perisai. Apabila seseorang
diantara kamu berpuasa, janganlah dia memaki- maki, mengeluarkan kata- kata
keji dan jangan dia membuat kegaduhan. Jika dia dicaci oleh seseorang, atau
dibunuh (hendak dibunuh), hendaklah dia katakana: Saya berpuasa.” HR Bukhary
dan Muslim.[9]
IV.
KESIMPULAN
Setelah pembahasan di atas, kita menyimpulkan bahwa,
secara bahasa, al-Qur’an berasal dari ق-ر- أ
dengan masdar qara’a - qira’atan -qur’anan, yang berarti mengumpulkan. Secara
istilah, makna al-Qur’an adalah kitab suci umat islam yang diturunkan oleh
Allah SWT kepada Nabi Muhammad SAW melalui perantara malaikat jibril, untuk
diteruskan penyampaiannya kepada seluruh umat manusia di muka bumi ini sampai
akhir zaman nanti, dan bernilai ibadah bagi pembacanya. Diantara nama- nama
lain al Quran antara lain al-Kitab, al-Furqan, al- Dzikr, dll
Hadits qudsi adalah setiap Hadits yang disabdakan
Nabi SAW dengan mengatakan “Allah berfirman” dan mengandung penyandaran
Nabi SAW kepada Allah. Sedangkan perbedaannya dengan al-Quran antara lain Pertama,
al Qur’an merupakan mukjizat terbesar bagi Nabi Muhammad SAW, sedangkan hadits
Qudsi bukan. Kedua, Al Qur’an redaksi dan maknanya langsung dari Allah
SWT sedangkan hadits qudsi maknanya dari Allah dan redaksinya dari Nabi SAW. Ketiga,
dalam shalat al Qur’an merupakan bacaan yang diwajibkan sehingga tidak sah
salat seseorang kecuali dengan bacaan al Qur’an. Hal ini tidak berlaku pada
hadits qudsi. Keempat, menolak al Qu’an merupakan perbuatan kufur,
berbeda dengan penolakan hadits qudsi. Kelima, Al Qur’an diturunkan melalui
perantaraan malaikat Jibril sedangkan hadits qudsi diberikan langsung baik
melaluiilham maupun mimpi. Keenam perlakuan atau sikap seseorang
terhadap al Qur’an diatur oleh beberapa aturan.
V.
PENUTUP
Mungkin cukup sampai sekian pembahasan makalah dari kelompok kami
untuk hari ini, mungkin apabila terjadi kesalahan baik melalui lisan maupun
tulisan, kami segenap pemakalah yang bertugas mengucapkan ucapan maaf yang
sebesar- besarnya. Dan harapan kami agar makalah ini dapat bermanfaat bagi kita
di dunia dan akhirat. Amin…
DAFTAR PUSTAKA
Ash-
Shiddieqy, Muhammad Hasbi, Sejarah dan Pengantar ilmu Hadits, Semarang:
Pustaka Rizki Putra, 2013.
Hermawan,
Acep, ‘Ulumul Quran, Bandung : Remaja Rosdakarya, 2011.
Qathan,
Manna’, Mabahits fi Ulum al Quran, Riyadh: Mansyurat al ‘Ashr al Hadits,
1990.
Rofiah,
Kusniati, Studi Ilmu Hadith, Yogyakarta: Nadi Offset Yogyakarta, 2010.
Wardhana,
Wisnu Arya, Al-Qur’an dan Energi Nuklir, Yogyakarta : Pustaka pelajar,
2004.
[1]. Manna’ Qathan, Mabahits fi
Ulum al Quran, (Riyadh: Mansyurat al ‘Ashr al Hadits, 1990), hlm. 20.
[3]. Wisnu Arya Wardhana, Al-Qur’an
dan Energi Nuklir, (Yogyakarta : Pustaka pelajar, 2004), hlm.46.
[5]. Muhammad Hasbi Ash- Shiddieqy, Sejarah
dan Pengantar ilmu Hadits, (Semarang: Pustaka Rizki Putra, 2013), hlm. 18.
[6]. Manna’ Qathan, Mabahits fi
Ulum al Quran, (Riyadh: Mansyurat al ‘Ashr al Hadits, 1990), hlm. 25.
[9]. Muhammad Hasbi Ash- Shiddieqy, Sejarah
dan Pengantar ilmu Hadits, (Semarang: Pustaka Rizki Putra, 2013), hlm. 19.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar