I.
PENDAHULUAN
Belajar sebagai tahapan untuk merubah tingkah laku individu yang relatif menetap
sebagai hasil pengalaman dan interaksi dengan lingkungan yang melibatkan proses
kognitif. Manusia dalam hidupnya membutuhkan belajar dalam rangka perubahan
perilaku, dari yang sebelumnya tidak mengerti akan sesuatu tetapi setelah
belajar menjadi mengerti.
Dalam prosesnya, belajar melibatkan seluruh indera
manusia, khususnya mata dan telinga, segala yang ia dapatkan di lembaga
pendidikan sekalipun di luar dalam rangka menambah wawasan dan pengetahuan
disebut sebagai belajar. Pengalaman baru yang didapat juga termasuk dalam
belajar, seberapa besar dampak yang mempengaruhi terhadap proses belajar
seseorang, dan apakah pengalaman dapat mengubah belajar seseorang, termasuk
juga keadaan lingkungan sekitar tempat tinggal dan orang- orang sekitarnya,
semua ini termasuk wujud dari belajar sosial kognitif yang akan kita bahas
dalam makalah ini.
II.
RUMUSAN MASALAH
A.
Bagaimana Teori Belajar Sosial-
Kognitif menurut Albert Bandura?
B.
Bagaimana Teori Belajar Sosial-
Kognitif menurut Vygotsky?
C.
Bagaimana
Implementasi Teori Belajar Sosial- Koginitif?
III.
PEMBAHASAN
A. Teori Belajar Sosial- Kognitif menurut Albert Bandura
Albert Bandura lahir 4
Desember 1925 di Mundare, kota kecil di Alberta, Canada. Bandura memperoleh BA
dari University of British Columbia, sedang MA tahun 1951 dan PhD 1952 dari
University of IOWA. Teori belajar sosial biasa disebut
dengan teori imitasi, karena perilaku terbentuk melalui proses imitasi,
mengamati perilaku orang lain termasuk mengamati terhadap efek dari perilaku orang
lain. Teori ini juga dikenal dengan belajar model, karena proses
pembentukan perilaku memerlukan model yang dicontoh atau yang diikuti.[1] Pendapat lain teori sosial kognitif menekankan
bahwa perkembangan bahasa dipengaruhi oleh peran modeling, peniruan anak
terhadap orang dewasa berbicara, penguatan yang dilakukan orang dewasa, dan
koreksi atas bahasa ujar anak.[2]
Belajar sosial- kognitif
tidak lepas pengaruhnya dari lingkungan sekitar belajar, teori ini menunjukkan
bahwa pembelajaran tidak terbatas ruang kelas tetapi juga lingkungan sekitar
khususnya orang- orang yang memiliki kedekatan terhadap siswa. Aktivitas
belajar tidak hanya bergantung pada pena tetapi juga peran orang sekitar dalam
membentuk kognitif siswa.
Menurut bandura, setiap proses belajar (yang
dalam hal ini terutama belajar sosial dengan menggunakan model) terjadi dalam
urutan tahapan peristiwa yang meliputi:
1.
Tahap perhatian (attentional
phase)
2.
Tahap penyimpanan dalam ingatan
(retention phase)
3.
Tahap reproduksi (reproduction
phase)
Untuk penjelasan mengenai
tahapan- tahapan yang mempengaruhi belajar
observasional Bandura, yaitu sebagai berikut:
1.
Attentional Proccesses (proses memperhatikan). Sebelum sesuatu dipelajari sebagai model ia
harus diperhatikan dulu. Hal yang mempengaruhi proses memperhatikan antara
lain: Pertama, kapasitas sensori seseorang. Stimuli model yang digunakan
untuk mengajar anak dengan cacat buta berbeda dengan anak dengan penglihatan
normal. Kedua, pengukuh yang perlu dirasakan observer. Pengalaman akan
pengukuh sebelumnya dapat menciptakan persepsi bagi observer yang mempengaruhi
observasi di masa yang akan datang. Ketiga, karakteristik model. Model
yang memiliki banyak kesamaan dengan observer seperti usia sama, jenis kelamin
sama, memiliki status lebih tinggi, dihormati, kompetensi tinggi serta dianggap
kuat dan atraktif dianggap lebih efektif. Sebagai contoh ketika guru
mengajarkan praktek sholat pada muridnya, bagaimana yang dicontohkan oleh guru
mulai dari gerakan dan bacaan harus diperhatikan dengan benar oleh murid.
2.
Retentional processes (proses penyimpanan). Informasi berguna yang diperoleh harus
disimpan, informasi tersebut disimpan melalui dua acara, yaitu: Pertama, imaginally
stored symbols, yakni simpanan informasi dalam bentuk gambaran actual
pengalaman ketika melakukan observational learning. Kedua, verbally
stored symbols, yakni bentuk simpanan informasi berupa konsep verbal (words).
Bandura menganggap bentuk ini paling karena sekali informasi tersimpan secara
kognitif, maka dia dapat dikeluarkan, diulangi dan diperkuat jangka lama saat
terjadinya belajar observasional. Contoh ketika anak selesai melihat praktek
sholat oleh gurunya, ia akan mengingat gerakan- gerakan yang sudah dipraktekkan
dan bacaan yang diucapkan guru, proses penyimpanan sangat penting dan
membutuhkan proses kognitif seorang murid.
3.
Behavioral production
processes (proses terbentuknya perilaku). Proses
ini menentukan sejauh mana apa yang telah dipelajari dapat diterjemahkan dalam
perilaku. Contoh tahapan ini yaitu bagaimana murid mempraktekkan sholat,
sebagai hasil dari pembelajaran dari gurunya, harapannya murid dapat mengulang
apa yang telah dipraktekkan oleh gurunya.
4.
Motivational processes (proses motivasional). Bagi Bandura fungsi reinforcement atau pengukuh ada dua, pertama,
menciptakan harapan dalam diri observer bahwa jika berperilaku seperti model
yang ia lihat, maka ia akan mendapat pengalaman menyenangkan seperti aktivitas
tertentu atau perasaan tertentu, kedua, berperan sebagai insentif karena
telah menerjemahkan belajar dalam performansi. Proses motivasional berarti
proses yang memotivasi observer agar menggunakan apa yang telah dipelajari.[4] Contoh tahapan ini yaitu, seorang murid yang telah bisa melakukan
sholat ia mempunyai harapan agar menjadi orang yang sholeh karena ia sudah dapat melakukan sholat dengan
baik dan benar.
Teori belajar sosial
Bandura terjadi melalui tiruan (imitation) dan contoh perilaku (modeling),
siswa belajar melalui penyaksian yang ada yang ia lihat perilaku terbentuk melalui proses imitasi, mengamati perilaku orang
lain termasuk mengamati terhadap efek dari perilaku orang lain.
B. Teori Belajar Sosial- Kognitif menurut Vygotsky
Sebelum jauh membahas teori belajar
kognitif, terlebih dahulu kita mengenal siapa itu Vygotsky. Lev Vygotsky lahir
di Orsha, Rusia. Ia termasuk seorang nonreligius dalam keluarga Yahudi. Dibesarkan oleh pamannya, David Vygotsky, ia menamatkan
pendidikannya di Universitas Negeri Moskow tahun 1917. Pada pertengahan 1920
an, Vgotsky bekerja pada Institus Psikologi sambil bekerja dalam bidang
penelitian pendidikan, serta pada Institut Klinis di Moskow dimana bersama
Liningrad dan Kharjov ia secara intensif menggagas ide tentang perkembangan
kognitif. Vygotsky meninggal pada tahun 1934 dalam usia 37 tahun di Moskow
karena menderita penyakit tuberkolosis.[5]
Dalam kaitan kemampuan
kognisi, Vygotsky merumuskan bahwa faktor belajar memiliki peran yang sangat
penting dalam upaya mengembangkan kemampuan kognisi. Menurut Vygotsky, belajar
terjadi bila individu memperoleh pengertian khusus dan spesifik atau terjadi
perkembangan pada kemampuan yang berbeda, dan kemajuan perkembangan terjadi
jika diperoleh pengertian atau keterampilan yang dapat diimplementasikan ke
dalam bidang yang lebih luas dan memiliki makna yang kompleks.
Dalam teori Vygotsky yang
berbunyi zone of proximal development, artinya jika anak didik
memperoleh kemampuan atau kebermaknaan baru dari pengalamannya sebagai bagian
dari interaksinya dengan pribadi yang memiliki ilmu pengetahuan yang dapat
dipertanggungjawabkan. Ada semacam loncatan perkembangan baru dari potensi
dasar yang memungkinkan anak didik berkembang ke arah perkembangan potensi,
yang ditandai oleh munculnya pengetahuan dan kompetensi baru dalam diri
individu.[6]
Teori psikologi yang
dipegang oleh vygotsky lebih mengacu pada kontruktivisme. Karena ia lebih
menekan pada hakikat pembelajaran sosiokultural. Dalam analisisnya,
perkembangan kognitif seseorang disamping ditentukan oleh individu sendiri
secara aktif, juga ditentukan oleh lingkungan social secara aktif.[7] Oleh karena itu dikemukakan konsep konstruktivisme Vygotsky, antara
lain:
1.
Hukum genetik tentang perkembangan
(genetic law of development). Setiap kemampuan seseorang akan tumbuh dan
berkembang melewati dua aturan: tataran social lingkungannya dan tataran
psikologis yang ada pada dirinya.
2.
Zona perkembangan proksimal
(zone of proximal development). Perkembangan kemampuan seseorang dapat
dibedakan dalam dua tingkat, yaitu tingkat perkembangan aktual yang tampak dari
kemampuannya menyelesaikan tugas-tugas atau memecahkan masalah secara mandiri,
dan tingkat perkembangan potensial yang tampak dari kemampuan seseorang dalam
menyelesaikan tugas atau pemecahan masalah dibawah bimbingan orang dewasa.[8]
Secara garis besar,
prinsip- prinsip konstruktivisme adalah:
1.
Pengetahuan
dibangun oleh siswa sendiri.
2.
Pengetahuan
tidak dapat dipindahkan dari guru kemurid, kecuali hanya dengan keaktifan murid
sendiri untuk menalar.
3.
Murid aktif
megkontruksi secara terus menerus, sehingga selalu terjadi perubahan konsep
ilmiah.
4.
Guru sekedar
membantu menyediakan saran dan situasi agar proses kontruksi berjalan lancar.
5.
Menghadapi masalah yang relevan
dengan siswa.
6.
Struktur pembalajaran seputar
konsep utama pentingnya sebuah pertanyaan.
7.
Mencari dan menilai pendapat siswa.
C. Implementasi Teori Belajar Sosial- Koginitif
Pandangan teori belajar
dari Bandura tentang belajar, anak tidak didorong oleh tenaga dari dalam dan
tidak ditekan dengan stimulus- stimulus dari luar, namun belajar merupakan
interaksi timbal balik antara faktor intern dan daktor lingkungan. Anak pada dasarnya
tidak sekedar mengamati perilaku orang lain kemudian mencontohnya, lebih dari
itu, akan terjadi keterlibatan proses berpikir karena anak juga akan
konsekuensi dari perilaku yang diamati.[10]
Sebagai contoh ketika
melihat teman- temannya jajan di luar sekolah, anak berusaha mengikuti,
mengimitasi teman- temannya yang jajan di luar sekolah. Keadaan akan berbeda
bila anak melihat konsekuensi jajan di luar sekolah dihukum guru atau mendapat
surat teguran dari sekolah.
Model yang bisa ditiru
dapat tampil dalam berbagai bentuk, ada dalam kehidupan anak, bahkan bisa
selalu hadir dalam dunia nyata. Model tersebut berupa:
a.
Model hidup,
seperti perilaku orang- orang dalam keluarga, perilaku guru dan orang- orang di
sekolah, teman- temannya, teman dari orang tua dan sebagainya.
b.
Model
simbolik, seperti model yang ditiru dari film atau televisi, atau model yang
ditemukan dari bacaan atau tokoh imajinasi lain yang didapat dari cerita orang.
c.
Instruksi
verbal berupa instruksi bukan berupa tingkah laku.
Oleh karena itu, dalam
teori belajar sosial ini menganggap bahwa belajar tidak hanya sekedar perubahan
dalam tingkah laku yang diamati, tetapi juga pencapaian pengetahuan dan tingkah
laku yang dapat diamati berdasarkan pengetahuan tersebut, jadi pengalaman
seseorang terlibat di dalamnya.
Implementasi teori belajar
Vygotsky dalam penerapannya di berbagai jenjang pendidikan adalah sebagai
berikut:
a.
Tingkat
Sekolah Dasar (SD). Guru perlu membantu pemahaman anak mengenai sudut- sudut
kertas pada anak yang baru pertama kali belajar mencetak tulisan dalam sebuah
kertas. Guru dapat melatihnya secara langsung, sehingga anak memperoleh
pengalaman. Dengan demikian, anak memiliki keterampilan.
b.
Tingkat
Sekolah Menengah Pertama (SMP). Guru yang mengajar ilmu pengetahuan alam perlu
melatih siswa untuk mempersiapkan pembuatan laporan tentang hal- hal inti yang
dilakukan ketika praktek kerja laboratorium.
c.
Tingkat
Sekolah Menengah Atas (SMA). Guru yang mengajar pendidikan seni memberi contoh
karya lukisan siswa yang dinilai memiliki nilai seni kepada seluruh siswa di
dalam kelas. Siswa diminta mendiskusikan lukisan tersebut. Setiap siswa diberi
kesempatan untuk mengajukan argumentasi, dari argumentasi tersebut, siswa dapat
saling mengoreksi dan diharapkan siswa memiliki kreativitas seni tinggi sesuai
bakatnya.[11]
IV.
KESIMPULAN
Dari pembahasan di
atas diperoleh kesimpulan yaitu, teori belajar sosial Albert Bandura didasarkan
oleh imitation dan modelling, penerapannya dengan 4 macam aspek antara lain tahap perhatian (attentional phase), tahap penyimpanan dalam ingatan (retention phase), tahap reproduksi
(reproduction phase) dan tahap motivasi (motivation phase).
Implementasi Teori
Sosial- Kognitif melalui imitasi dan model bisa ditiru dapat tampil dalam
berbagai bentuk, ada dalam kehidupan anak, bahkan dapat diterapkan pada semua
jenjang pendidikan (SD, SMP, SMA), dengan ketentuan- ketentuan yang berbeda
tiap jenjangnya.
Setelah membahas panjang lebar
mengenai teori Albert Bandura dengan Vygotsky, ditemukan beberapa persamaan dan
perbedaan antara kedua teori tersebut. Antara lain:
Albert Bandura
|
Lev Vygotsky
|
Belajar melalui model atau imitasi
|
Belajar mengandalkan kemampuan
kognitif
|
Sama- sama mendorong siswa untuk
aktif
|
Sama- sama mendorong siswa untuk
aktif
|
Lebih mengandalkan peranan model
|
Mengandalkan peran mandiri siswa
|
Perubahan dalam belajar lambat tergantung
kemampuan pengamatan siswa
|
Perubahan dalam belajar lebih
cepat dibandingkan belajar model
|
V.
PENUTUP
Demikianlah
pembahasan makalah mengenai teori belajar sosial- kognitif menurut Albert
Bandura dan Vygotsky, pemakalah meminta maaf karena menyadari dalam penulisan
makalah ini masih terdapat kekurangan dan kesalahan, semoga pembahasan kali ini
dapat menambah wawasan keilmuan kita dalam rangka menjadi insan yang kamil yang
berguna bagi nusa, bangsa dan agama, amin...
DAFTAR PUSTAKA
Sriyanti, Lilik, dkk, Teori- Teori Belajar, Salatiga:
Salatiga Press, 2013.
Surna, I Nyoman, dan Olga D. Pandeirot, Psikologi
Pendidikan 1, Jakarta: Erlangga, 2014.
Syah, Muhibbin, Psikologi Belajar, Jakarta:
RajaGrafindo Persada, 2005.
[2] I Nyoman Surna dan Olga
D. Pandeirot, Psikologi Pendidikan 1, (Jakarta: Erlangga, 2014), hlm 95.
[3] Muhibbin Syah, Psikologi Belajar, (Jakarta: RajaGrafindo
Persada, 2005), hlm. 112.
[7] https://penembushayalan.wordpress.com/kuliah/tokoh-dan-teori-belajar/teori-pembelajaran-vygotsky/, diunduh pada Jum’at 21 Oktober 2016 pukul 19.52
[8] https://penembushayalan.wordpress.com/kuliah/tokoh-dan-teori-belajar/teori-pembelajaran-vygotsky/, diunduh pada Jum’at 21
Oktober 2016 pukul 20.07
[9] http://zevalova.blogspot.co.id/2014/10/makalah-teori-belajar-kognitif-vygotski.html,
diunduh pada Jum’at 21 Oktober 2016 pukul 20.10.
Terimakasih sekali penjelasan nya.. insyaa allah sangat bermanfaat kak 🙏🙏🙏🙏
BalasHapus