HISTORITAS PENDIDIKAN ISLAM
NUSANTARA
Makalah
Disusun untuk memenuhi tugas Mata Kuliah: Model
PAI Nusantara
Dosen
Pengampu: Prof. H. Abdurrahman Mas’ud, M.A., Ph.D. dan
Prof. Dr. H. Mudzakkir Ali, M.A.
Penulis:
Fazka
Khoiru Rijal 20300011002
PROGRAM PASCASARJANA DOKTORAL
UNIVERSITAS WAHID HASYIM
SEMARANG
2021
I.
PENDAHULUAN
Rasulullah SAW sebagai utusan Allah telah
banyak memberikan uswatun hasanah kepada hambanya dalam urusan ibadah,
tarbiyah, muamalah, dll. Dalam kaitannya tarbiyah atau pendidikan,
beliau mengajarkan kitab suci Al- Qur’an di rumah Al Arqom bin Abil Arqom yang
bersedia rumahnya dijadikan tempat untuk mengumpulkan pengikut- pengikut yang
percaya kepada Nabi SAW yang masih terbilang sedikit secara sembunyi-sembunyi.
Rumah Al Arqom bin Abil Arqom yang menjadi tempat pertama pusat pendidikan para
sahabat pada masa awal Islam.[1]
Ini menjadi titik awal dakwah secara sembunyi- sembunyi dan selanjutnya dakwah
secara terang- terangan.
Berbicara mengenai masuknya Islam ke Indonesia
yang dilakukan secara damai menjadi sumber kekuatan dalam mengembangkan Islam
dengan memperhatikan agama, adat, budaya, seni masyarakat pada saat itu.[2] Perkembangan
pendidikan islam tidak terlepas dari Islam itu sendiri, diantaranya melalui
akulturasi budaya. Berbagai cara dalam perkembangan Islam dan pendidikan Islam di
Indonesia diantaranya melalui jalur perdagangan, perkawinan, pendidikan, politik,
kesenian, tasawuf, yang semua cara tersebut banyak membantu dan mendukung
meluasnya ajaran agama Islam.
Dalam kaitannya dengan tujuan pendidikan
agama, tujuan yang diharapkan dari pendidikan agama bukanlah semata- mata
pengajaran pengetahuan agama dan praktik- praktik ibadah, tetapi yang
terpenting ialah pendidikan moral.[3] Tujuan pendidikan agama Islam yaitu untuk
mempelajari dan mengetahui ilmu-ilmu agama Islam serta mengamalkannya.[4] Pendidikan
agama memiliki tujuan yang besar dalam membentuk dan membina kehidupan manusia,
sebagai rambu- rambu dalam berbuat dan bertindak, dengan menggunakan norma-
norma yang dapat diterima oleh agama.
Pendidikan Islam sejak semula
perkembangannya senantiasa meletakkan pandangan filosofisnya kepada sasaran-
sasaran sentral yaitu manusia didik, yang dipahami sebagai makhluk tuhan yang
memiliki potensi dasar fitrah yang religiositas Islami menjadi
intinya, menuju kehidupan lahir dan batin yang bahagia dalam arti luas.[5]
Sehingga tujuan dari pendidikan Islam yaitu mengembangkan fitrah manusia
menjadi insan yang kamil dan dapat memberi manfaat bagi semua manusia.
II.
PEMBAHASAN
Historisitas pendidikan Islam di Nusantara
bermula dari pengajian- pengajian di rumah- rumah penduduk yang dilakukan oleh
para penyebar agama Islam, kemudian berkembang menjadi pengajian di langgar/
surau/ masjid dan pondok pesantren. Pada masa selanjutnya, muncullah bentuk
madrasah dan upaya untuk memasukkan materi pendidikan Islam ke dalam kurikulum
pendidikan umum yang didirikan oleh pemerintah kolonial Belanda. Pada masa kemerdekaan, bentuk- bentuk
sistem pendidikan Islam baik pesantren, madrasah, maupun sekolah umum terus
berlanjut, tetapi dengan perkembangan yang tampaknya menunjukkan ketertinggalan
dari perkembangan masyarakat sendiri.[6]
Perkembangan pendidikan Islam di Indonesia
antara lain ditandai oleh munculnya berbagai lembaga pendidikan secara
bertahap, mulai dari yang amat sederhana, sampai ke tahap yang modern dan
kompleks. Lembaga pendidikan Islam telah memainkan peran dan fungsinya sesuai
kebutuhan masyarakat dan agama. Lembaga pendidikan Islam berjalan bersama
dengan pendidikan Islam itu sendiri dalam rangka mendakwahkan Islam di
Indonesia.
Sejarah pendidikan
Islam Indonesia hakikatnya sangat berkaitan erat dengan sejarah Islam Indonesia,
periode sejarah pendidikan Islam juga terkandung dalam sejarah Islam. Keduanya
sangat berkaitan dan berjalan bersama dalam membimbing dan menyebarkan agama
dan pendidikan Islam. Dalam makalah ini akan dijelaskan sejarah pendidikan
Islam di Indonesia pada masa kerajaan Islam, masa penjajahan, dan masa
kemerdekaan.
A.
Pendidikan
Islam di Nusantara Masa Kerajaan Islam
Dalam catatan sejarah, terdapat beberapa kerajaan Islam
yang tumbuh dan berkembang pada masa Kerajaan Islam di Indonesia antara lain
kerajaan Perlak (840 M), Kerajaan Samudera Pasai (1267 M), Kerajaan Aceh
Darussalam (1496 M), Kerajaan Demak (1349 M), Kerajaan Banjar (1521 M),
Kerajaan Ternate dan Tidore (1257 M), dll.
Perkembangan pesantren di Indonesia sangat erat kaitannya
dengan sejarah Islam di Indonesia sendiri, pendidikan di pesantren sebagai
media dakwah penyebaran Islam terlebih pada masa Walisongo.[7]
Pendidikan sebagai salah satu metode penyebaran agama Islam, sudah tentu
membutuhkan tempat atau sarana untuk menyebarluaskan agama, pada awal mulanya
berada di rumah penduduk, lalu kemudian terbentuklah pesantren, surau, dan
meunasah.
Disepakati bersama oleh sejarawan Islam
bahwa Islam pertama kali masuk ke Indonesia adalah di Sumatera (sekitar abad
ke-7 dan 8 M). Sedangkan Islam masuk ke Jawa waktunya diduga kuat berdasarkan
batu nisan kubur Fatimah binti Maimun di Laren (Gresik) sekitar tahun 475 H (1082
M).[8]
1.
Pesantren
Melalui jalur perdagangan, para
muballigh
meluangkan waktunya untuk mengajarkan
agama kepada pemilik rumah yang mereka tempati untuk menginap. Bagi orang dewasa diajarkan
pengetahuan agama yang terkait dengan
pelaksanaan ibadah, terutama tata cara shalat lima waktu. Bagi anak-anak remaja diajarkan mengaji. Hal ini menegaskan posisi para pedagang yang menjalankan aktivitas ganda,
selain sebagai pendatang dengan
tujuan memasarkan barang dagangan juga sebagai muballigh.[9]
Pesantren dalam tujuannya yaitu untuk mempelajari,
memahami, mendalami, menghayati, dan mengamalkan ajaran
Islam dengan menekankan pentingnya moral keagamaan sebagai pedoman perilaku sehari- hari.[10]
Pelopor berdirinya pesantren di Jawa yaitu Syekh Maulana Malik Ibrahim atau
Syekh Maulana Maghribi (Gresik) akan tetapi pada perkembangan berikutnya tokoh
paling sukses dalam pengembangan pondok pesantren ialah Sunan Ampel (Raden
Rahmat), yang kemudian menelurkan beberapa pondok walisongo lainnya, seperti
Pesantren Giri, Pesantren Demak, Pesantren Tuban,
Pesantren Derajat dan pesantren-pesantren lain di Nusantara.[11]
Maulana
Malik Ibrahim mencetak kader muballigh selama 30 tahun. Wali-wali lainnya adalah murid dari
Maulana Malik Ibrahim yang digembleng dengan pendidikan sistem pondok pesantren.[12]
Dari sini dapat dilihat bahwa pendidikan Islam sistem pesantren begitu efektif pada masa kerajaan Islam.
Unsur wajib pesantren yaitu masjid, kyai, santri, kitab
dan asrama atau pondok.[13]
Dengan sorogan dan bandongan sebagai metode pengajaran. ilmu-ilmu
agama, seperti bahasa Arab,
fiqhi, hadits, tafsir, ilmu kalam, tarikh (sejarah) dan sebagainya.[14]
2.
Surau
Disamping pesantren, pada masa kerajaan Islam terdapat
pula surau dan meunasah. Surau dalam system adat Minangkabau
adalah kepunyaan suku atau kaum sebagai pelengkap rumah gadang yang berfungsi
sebagai tempat bertemu, berkumpul, rapat, dan tempat tidur bagi anak laki- laki
yang telah akil baligh dan orang tua yang uzur.[15],
sedangkan dalam bahasa sangskerta, surau berasal dari kata “Swarwa” yang
artinya segala, semua, macam-macam, atau dengan kata lain seperti pusat
pendidikan dan latihan yang ada saat ini.
Seiring dengan kedatangan Islam di Minangkabau proses pendidikan
Islam dimulai oleh Syeikh Burhanudin sebagai pembawa Islam dengan menyampaikan
pengajarannya melalui lembaga pendidikan surau.[16] Secara
bertahap, eksistensi surau sebagai lembaga pendidikan Islam mengalami kemajuan.
Ada dua jenjang pendidikan surau pada era ini, yaitu:
a)
Pengajaran al- Qur’an. Untuk mempelajari al- Qur’an
ada dua macam tingkatan. Pertama, tingkatan rendah, yaitu pendidikan
untuk memahami ejaan huruf al- Qur’an dan membaca al- Qur’an. Kedua,
pendidikan atas, yaitu pendidikan membaca al- Qur’an dengan lagu, kasidah,
barzanji, tajwid, dan kitab parukunan.
b)
Pengajian kitab. Materi pendidikan pada jenjang ini
meliputi ilmu sharaf dan nahwu, ilmu fikih, ilmu tafsir, dan ilmu- ilmu
lainnya. Cara mengajarkannya adalah dengan membaca sebuah kitab Arab dan
kemudian diterjemahkan ke dalam bahasa Melayu, setelah itu lalu dijelaskan
maksudnya.[17]
3.
Meunasah
Di Aceh, dikenal dengan meunasah yang diambil dari kata madrasah
(bahasa Arab), karena dialek orang Aceh dibaca meunasah, meunasah merupakan
tempat penggemblengan masyarakat gampong atau desa, yang tujuannya tidak lain
ialah supaya masyarakat tersebut bisa menjadi manusia yang beriman dan bertaqwa
kepada Allah SWT.[18]
Keberadaan meunasah sebagai lembaga pendidikan tingkat
dasar sangat mempunyai arti di aceh. Semua orang tua memasukkan anaknya ke
meunasah. Dengan kata lain, meunasah merupakan madrasah wajib belajar
masyarakat Aceh masa lalu.[19]
Sehingga kebutuhan serta kecintaan terhadap agama sangat tinggi nilainya bagi
masyarakat Aceh.
Materi pengajaran di meunasah tidak jauh berbeda dengan
surau. Materi pelajaran dimulai dengan membaca al- Qur’an yang dalam bahasa
Aceh disebut Beuet Quran. Pelajaran diawali dengan mengajarkan huruf
hijaiyah seperti yang terdapat dalam buku Qaidah Baghdadiyah, dengan
metode mengeja huruf, kemudian merangkai huruf. Setelah itu dilanjutkan dengan
membaca juz amma, sambil menghafalkan surat- surat pendek. Lanjut kepada
membaca al- Qur’an besar dilengkapi dengan tajwidnya. Diajarkan pula pokok-
pokok agama seperti rukun iman, rukun Islam, dan sifat- sifat tuhan. Selain itu
juga diajarkan rukun sembahyang, rukun puasa, dan materi agama lainnya.[20]
Diantara materi kurikulum yang diajarkan dalam pendidikan
Islam masa kerajaan Islam adalah terfokus pada ilmu-ilmu agama, seperti bahasa
Arab, fiqih, hadits, tafsir, ilmu kalam, tarikh (sejarah) dan sebagainya.[21]
Dengan kapasitas sebagai pedagang dari Gujarat, persia dll, mereka tidak serta
merta piawai dalam hal perdagangan, tetapi juga hal agama.
Sejarah pendidikan Islam masa kerajaan Islam tidak lepas
dari asal muasal datangnya Islam itu sendiri, pedagang sekaligus muballigh dari
Timur Tengah melakukan kontak secara langsung terhadap rakyat serta mengajarkan
Islam di tempat yang mereka singgahi di pesisir pantai Nusantara.
Historisitas pendidikan Islam masa kerajaan Islam tak
lepas dari asal muasal masuknya Islam ke Indonesia, dengan jalur perdagangan,
pendidikan, perkawinan, kesenian, dll. Islam masuk dan berkembang sejalan
dengan pendidikan Islam pada masa itu, yang tergambarkan dalam pesantren,
surau, dan meunasah.
B.
Pendidikan Islam di Nusantara Masa
Penjajahan
Dalam sejarahnya, Belanda
datang ke Indonesia dengan menerapkan politik etis dan misi kristenisasi dan
westernisasi, mendapatkan perlawanan bagi masyarakat Indonesia, terlebih lagi
pemimpin pondok pesatren yang secara keras dan lantang menentang kebijakan
Belanda.[22] Hampir serupa dengan Jepang yang ingin
menguasai dan mengambil kekayaan Indonesia serta penyebaran Nipponisasi Jepang
pada saat itu.
Kondisi pendidikan
Islam pada zaman Belanda sangat memperihatinkan. Umat Islam terus menerus
mendapatkan tekanan dan perlakuan yang tidak menggembirakan. Namun umat Islam
pantang menyerah, tetap berjuang hingga akhirnya pendidikan Islam mengalami kebangkitan dan kemajuan.[23]
Pada masa ini bermunculan lembaga pendidikan Islam seperti Jamiatul Khoir tahun
1905, Taman siswa tahun 1922, Indonesisch Nederland School tahun 1926,
Muhammadiyah tahun 1921, Persatuan Islam tahun 1923, Nahdlatul Ulama tahun
1926.
Dalam konteks inilah
akhirnya muncul dua bentuk kelembagaan pendidikan Islam; pertama,
sekolah-sekolah umum model Belanda yang diberi muatan pengajaran Islam; kedua,
madrasah-madrasah modern, yang secara terbatas mengadopsi substansi dan
metodologi pendidikan modern Belanda. Dalam bentuk pertama, tercermin lahirnya Sekolah Adabiyah
yang didirikan oleh Abdullah Ahmad di Padang pada tahun 1909. Sedangkan bentuk
kedua ditemukan ‘Madrasah Diniyah Zainuddin Labay al-Yunusi’, atau Sumatera
Thawalib, atau madrasah yang didirikan oleh al-Jami’atul al-Khairiyah dan juga
madrasah yang dirikan oleh al-Irsyad al-Islamiyah.[24]
Semula proses pendidikan Islam lebih
dimaksudkan untuk membekali
generasi muda Islam dengan pengetahuan agama. Namun lambat laun bersamaan dengan
hadirnya penjajah Belanda di
bumi nusantara, pendidikan Islam di mushalla- mushalla (surau), justru membentengi dan menguatkan jiwa
perjuangan pemuda serta sebagai sarana mengatur strategi perjuangan di bawah
komando ulama.[25]
Pada saat penjajahan
Jepang, beberapa kebijakan yang dibuat oleh Jepang mengenai pendidikan Islam
antara lain:
a.
Kantor
Urusan Agama (KUA) yang pada masa Belanda disebut sebagai Kantor Voor
Islamistiche Saken yang dipimpin oleh orang-orang orientalisme Belanda,
diubah oleh Jepang menjadi kantor Sumubi yang dipimpin oleh ulama Islam sendiri
yaitu KH. Hasyim Asy’ari dan di daerah-daerah lain dibentuk Sumuka.
b.
Pondok
pesantren yang besar-besar seringkali mendapat kunjungan dan bantuan dari
pembesar Jepang.
c.
Sekolah
Negeri diberi pelajaran budi pekerti yang isinya identik dengan ajaran agama.
d.
Pemerintah
Jepang mengizinkan berdirinya Sekolah Tinggi Islam di Jakarta yang dipimpin
oleh Wahid Hasyim, Kahar Muzakkir, dan Bung Hatta.[26]
Tetapi perlu
diperhatikan bahwa semua kebaikan Jepang dengan membujuk melalui sektor agama
bukan lain tidak ada maksud. Siasat tersebut digunakan untuk mendukung Jepang
dalam perang Asia Timur dengan merampas kekayaan bumi Indonesia.
Pendidikan Islam masa
penjajahan lebih kepada pertambahan materi pendidikan Islam, khususnya di
pesantren. Sebagai contoh Pondok Pondok pesantren Mambaul Ulum Surakarta pada
masa kesultanan Paku Bowono tahun 1906, telah menerima mata pelajaran umum
sebagai bagian dari kurikulum pendidikannya dengan memasukkan mata pelajaran
al-jabar dan berhitung. Pondok Pondok pesantren Teboireng
mengiringinya pada tahun 1916 dengan memasukkan mata pelajaran bahasa Melayu,
ilmu bumi dan menulis huruf latin, serta telah menggunakan gedung madrasah,
bangku, meja belajar dan papan tulis.[27]
Historisitas
pendidikan Islam masa penjajahan merupakan kelanjutan dari pendidikan Islam
masa kerajaan Islam. Perkembangan pesat dunia perdagangan serta melimpahnya
kekayaan alam Indonesia pada saat itu mengundang akan datangnya bangsa lain ke
Indonesia, seperti Belanda dan Jepang. Dengan semangat yang dimiliki para Kyai
dan Ulama, pendidikan Islam pada masa ini tidak hanya bertumpu pada ilmu
pengetahuan agama, melainkan seperti bahasa, politik, pertanian, pertahanan,
dll. Semua itu dalam upaya mempertahankan keyakinan Islam akan pengaruh
penjajah Belanda dan Jepang.
C.
Pendidikan Islam di Nusantara Masa
Kemerdekaan
Pada masa ini, muncul
lembaga pendidikan agama Islam yang baru yaitu madrasah, muncul
setelah adanya pembaharuan yang dilakukan oleh kalangan
modernis di Indonesia dengan memasukkan sistem pendidikan
modern pada madrasah itu sendiri.[28] Ruang
belajar tidak lagi terbatas oleh dinding musholla atau masjid, dengan
akulturasi zaman yang berkembang, ruang- ruang kelas disediakan untuk belajar
yang sudah dilengkapi dengan kursi, meja, papan tulis, dll.
Madrasah merupakan
pengembangan dari lembaga pendidikan pesantren pendidikan khas
yaitu Islam dengan ditopang dengan pendidikan umum.[29]
Hampir di seluruh penjuru kota di Indonesia memiliki lembaga ini, namun belum
menjadi pilihan belajar utama bagi masyarakat.
Hal tersebut
dikarenakan beberapa faktor, diantaranya kualitas pelayanan yang diberikan oleh
madrasah dinilai masih rendah dibandingkan layanan pendidikan dari sekolah umum
dan negeri serta pembelajaran madrasah saat ini masih lebih memfokuskan pada
masalah-masalah keagamaan, sehingga unsur pengembangan IPTEK cenderung kurang
mendapat porsi yang seimbang[30]
Diantara beberapa hal
yang melatarbelakangi terbentuknya madrasah di Indonesia yaitu sebagai
manifestasi dan realisasi pembaharuan sistem pendidikan Islam, sebagai usaha penyempurnaan
terhadap sistem pesantren ke arah suatu sistem pendidikan yang lebih
memungkinkan lulusannya memperoleh kesempatan yang sama dengan sekolah umum, dan
sebagai upaya untuk menjembatani antara sistem pendidikan tradisional yang
dilakukan oleh pesantren dan sistem pendidikan modern dari hasil
akulturasi.[31]
Historisitas
pendidikan Islam masa kemerdekaan merupakan perkembangan dari masa kolonial,
munculnya madrasah dan kemajuan pesantren sebagai lembaga pendidikan Islam yang unik dan tidak mudah lekang
dimakan oleh jaman. Tumbuh sejak 7 abad yang lalu bersamaan dengan proses
islamisai di nusantara, pesantren hingga sekarang tetap bertahan bahkan lembaga
ini menjadi dinamis, inovatif, dan mampu beradaptasi dengan perkembangan masyarakat.
Disamping itu
terdapat beberapa sumbangan pemerintah terhadap pendidikan Islam di Indonesia,
diantaranya adalah:
1.
Pendirian
kementerian agama tahun 1946.
2.
Tumbuh
dan berkembangnya lembaga pendidikan tinggi Islam
3.
Perhatian
terhadap tumbuh dan kembangnya pendidikan Islam di sekolah dengan memberi
materi pengetahuan agama di sekolah umum, dan pengetahuan umum di madrasah.
4.
Bantuan
fasilitas dan sumbangan material kepada lembaga pendidikan Islam, seperti
mengangkat guru agama, biaya pembangunan madrasah, bantuan buku pelajaran, dll.
5.
Masuknya
pendidikan Islam dalam sistem pendidikan nasional
6.
Pemberdayaan
pendidikan Islam non formal seperti TPQ, majelis taklim dll[32]
Perkembangan madrasah pada era modern ini
masih mengutip pendidikan islam sistem
pesatren era penjajahan bahkan era kerajaan islam. madrasah yang masih
didominansi dengan kemampuan level rendah yang diubah menjadi proses pendidikan
yang harus mengembangkan model pendidikan why yang menyajikan materi
pelajaran yang rasional.[33] Madrasah perlu mengikuti system
pembelajaran yang berkembang, seperti halnya kurikulum 2013 yang sudah
menerapkan pada aspek kognitif, afektif dan psikomotorik.
III.
PENUTUP
Historisitas
pendidikan Islam masa kerajaan Islam tak lepas dari asal muasal masuknya Islam
ke Indonesia, dengan jalur perdagangan, pendidikan, perkawinan, kesenian, dll.
Islam masuk dan berkembang sejalan dengan pendidikan Islam pada masa itu, yang
tergambarkan dalam pesantren, surau, dan meunasah.
Historisitas pendidikan
Islam masa penjajahan merupakan kelanjutan dari pendidikan Islam masa kerajaan
Islam. Perkembangan pesat dunia perdagangan serta melimpahnya kekayaan alam
Indonesia pada saat itu mengundang akan datangnya bangsa lain ke Indonesia,
seperti Belanda dan Jepang. Dengan semangat yang dimiliki para Kyai dan Ulama,
pendidikan Islam pada masa ini tidak hanya bertumpu pada ilmu pengetahuan
agama, melainkan seperti bahasa, politik, pertanian, pertahanan, dll. Semua itu
dalam upaya mempertahankan keyakinan Islam akan pengaruh penjajah Belanda dan
Jepang.
Historisitas
pendidikan Islam masa kemerdekaan merupakan perkembangan dari masa kolonial,
munculnya madrasah dan kemajuan pesantren sebagai lembaga pendidikan Islam yang unik dan tidak mudah lekang
dimakan oleh jaman. Tumbuh sejak 7 abad yang lalu bersamaan dengan proses
islamisai di nusantara, pesantren hingga sekarang tetap bertahan bahkan lembaga
ini menjadi dinamis, inovatif, dan mampu beradaptasi dengan perkembangan masyarakat.
Demikianlah pembahasan makalah yang dapat
pemakalah sampaikan, pemakalah menyadari dalam penulisan makalah masih terdapat
banyak kekurangan dan kesalahan. Kritik dan saran dibutuhkan guna perbaikan dan
kemajuan isi dari makalah ini.
DAFTAR
PUSTAKA
Afida, Ifa, Historitas Lembaga
Pendidikan Islam di Indonesia, Falasifa, Vol. 9 No. 1, 2018.
Alfiani, M. Miftah, dkk, Islamisasi
Nusantara dan Sejarah Sosial Pendidikan Islam, Fikrotuna; Jurnal Pendidikan
dan Manajemen Islam, Vol. 9, No. 1, 2019.
Anam,
Saeful, Karakteristik dan Sistem Pendidikan
Islam: Mengenal Sejarah Pesantren, Surau, dan Meunasah di Indonesia, JALIE: Journal of Applied Linguistics
and Islamic Education, Vol. 1, No. 1, 2017.
Aslan,
Hifza, Pendidikan Islam Masa Penjajahan
Jepang di Sambas, Indonesia,
Edukasia Islamika, Vol. 4, No. 2, 2019.
Hasnida,
Sejarah
Perkembangan Pendidikan Islam Di Indonesia Pada Masa Pra Kolonialisme Dan Masa Kolonialisme (Belanda, Jepang, Sekutu), Kordinat, Vol. 16, No. 2, 2017.
Huda,
Mualimul, Eksistensi Pesantren Dan Deradikalisasi Pendidikan Islam Di Indonesia, Fokus:
Jurnal Kajian Keislaman dan Kemasyarakatan, Vol. 3, No. 1, 2018.
Mukhyidin,
Imam dkk, Analisis Konsep Pendidikan Islam Humanisme
Religius Menurut Abdurrahman Mas’ud, Millah:
Jurnal Studi Agama, Vol. 20, No. 1, 2020.
Nursyarief,
Aisyah, Pendidikan Islam di Indonesia dalam
Lintasan Sejarah, Lentera Pendidikan, Vol. 17, No. 2, 2014.
Susmihara,
Pendidikan Islam Masa Kerajaan Islam Di Nusantara, Jurnal
Rihlah, Vol. 6, No. 1, 2018.
Usa, Muslih dan Aden Wijdan, Pendidikan
Islam dalam Peradaban Industrial, Yogyakarta: Aditya Media, 1997.
Wahyuni,
Imelda, Pendidikan Islam Masa Pra Islam Di
Indonesia, Jurnal Al- Ta’dib,
Vol. 6, No.2, 2013.
Asrohah,
Hanun, Sejarah
Pendidikan Islam, Jakarta:
Logos. 1999.
Majid, Nurcholish, Bilik-Bilik
Pondok pesantren, Sebuah Potret Perjalanan, Jakarta: Dian Rakyat, 2003.
Mas’ud, Abdurrahman, Mendakwahkan
Smiling Islam: Dialog Kemanusiaan Islam Dan Barat, Tangerang: Pustaka
Compass, 2019.
Mastuhu, Dinamika Sistem
Pendidikan Pesantren, Jakarta: INIS, 1994.
Muhaimin dan Abd Mudjib, Pemikiran
Pendidikan Islam:
Kajian Filosofis dan Kerangka
Dasar Oprasionalisasinya, Bandung: Trigenda Karya, 1993.
Muhammad, Herry, Tokoh-Tokoh Islam
yang Berpengaruh Abad 20, Jakarta: Gema
Insani, 2006.
Murtopo, Ali, Paradigma Baru
Pondok pesantren Masa Depan, Palembang:
Aulia Cendikia Press, 2012.
Nasution, Harun, Islam Rasional,
Bandung: Mizan, 1996.
Nata,
Abuddin, Sejarah Pendidikan Islam, Jakarta: Kencana, 2011.
Saefudin,
A.M. On Islamic Civilization, Semarang: UNISSULA Press, 2010.
[1]M. Miftah Alfiani, dkk, Islamisasi
Nusantara dan Sejarah Sosial Pendidikan Islam, (Fikrotuna; Jurnal
Pendidikan dan Manajemen Islam, Vol. 9, No. 1, 2019), hlm. 1129- 1130.
[2]Ifa Afida, Historitas Lembaga
Pendidikan Islam di Indonesia, (Falasifa, Vol. 9 No. 1, 2018), hlm. 18.
[3]Harun Nasution, Islam Rasional,
(Bandung: Mizan, 1996), hlm. 386.
[4]Herry Muhammad, Tokoh-Tokoh
Islam yang Berpengaruh Abad 20, (Jakarta: Gema
Insani, 2006), hlm. 89.
[5]Muslih Usa dan Aden Wijdan, Pendidikan
Islam dalam Peradaban Industrial, (Yogyakarta: Aditya Media, 1997), hlm.
178.
[6]A.M.
Saefudin, On Islamic Civilization, (Semarang: UNISSULA Press, 2010),
hlm. 662.
[7]Saeful
Anam, Karakteristik dan Sistem Pendidikan Islam: Mengenal Sejarah Pesantren,
Surau, dan Meunasah di Indonesia, (JALIE:
Journal of Applied Linguistics and Islamic Education, Vol.
1, No. 1, 2017), hlm. 149.
[8]Susmihara, Pendidikan Islam Masa Kerajaan
Islam Di Nusantara, (Jurnal Rihlah, Vol. 6, No. 1, 2018), hlm. 14.
[9]Imelda
Wahyuni, Pendidikan
Islam Masa Pra Islam Di Indonesia, (Jurnal Al- Ta’dib, Vol. 6,
No.2, 2013), hlm. 135.
[10]Mastuhu, Dinamika Sistem
Pendidikan Pesantren, (Jakarta: INIS, 1994) hlm. 55.
[11]Saeful
Anam, Karakteristik dan..., 151.
[12]Hasnida,
Sejarah
Perkembangan Pendidikan Islam Di Indonesia Pada Masa Pra Kolonialisme Dan Masa
Kolonialisme (Belanda,
Jepang, Sekutu), (Kordinat, Vol. 16, No. 2, 2017), hlm. 243.
[13]Mualimul
Huda, Eksistensi
Pesantren Dan Deradikalisasi Pendidikan
Islam Di Indonesia, (Fokus: Jurnal Kajian Keislaman dan Kemasyarakatan, Vol.
3, No. 1, 2018), hlm. 91.
[14]Imelda
Wahyuni, Pendidikan
Islam..., 138.
[15]Azyumardi
Azra, Pendidikan Islam Tradisi dan Modernisasi Menuju Milenium Baru, (Jakarta:
Logos, 1990), hlm. 19.
[16]Hasnida,
Sejarah
Perkembangan..., 246.
[17]Samsul Nizar, Sejarah Pendidikan Islam, (Jakarta: Kencana, 2007),
hlm. 281.
[18]Kemenagacehtimur.com. diakses pada
20 September 2012 hlm
[19]Abuddin Nata, Sejarah Pertumbuhan dan Perkembangan Lembaga- Lembaga
Pendidikan Islam di Indonesia,, (Jakarta: Grasindo, 2001), hlm. 45.
[20]Samsul Nizar, Sejarah..., 285.
[21]Imelda
Wahyuni, Pendidikan
Islam..., 138.
[22]Hifza
Aslan, Pendidikan
Islam Masa Penjajahan Jepang di Sambas, Indonesia, (Edukasia
Islamika, Vol. 4, No. 2, 2019), hlm. 183.
[23]Abuddin
Nata, Sejarah Pendidikan Islam, (Jakarta: Kencana, 2011), hlm. 288.
[24]Nurcholish Majid, Bilik-Bilik
Pondok pesantren, Sebuah Potret Perjalanan, (Jakarta: Dian Rakyat, 2003), hlm . 16.
[25]Muslih Usa dan Aden Wijdan, Pendidikan
Islam…, 189.
[26]Hanun
Asrohah, Sejarah Pendidikan Islam, (Jakarta: Logos. 1999),
hlm. 175.
[27]Ali Murtopo, Paradigma Baru
Pondok pesantren Masa Depan, (Palembang:
Aulia Cendikia Press, 2012),
hlm. 24.
[28]Imelda
Wahyuni, Pendidikan
Islam..., 141.
[29]Imam
Mukhyidin dkk, Analisis
Konsep Pendidikan Islam Humanisme Religius Menurut Abdurrahman Mas’ud, (Millah:
Jurnal Studi Agama, Vol. 20, No. 1, 2020), hlm. 50-51.
[30]Imam
Mukhyidin dkk, Analisis
Konsep ... 51
[31]Muhaimin dan Abd
Mudjib, Pemikiran Pendidikan Islam:
Kajian Filosofis dan Kerangka Dasar
Oprasionalisasinya, (Bandung: Trigenda
Karya, 1993), hlm. 305
[32]Aisyah
Nursyarief, Pendidikan Islam ... 264- 266.
[33]Abdurrahman Mas’ud, Mendakwahkan
Smiling Islam: Dialog Kemanusiaan Islam Dan Barat, (Tangerang: Pustaka
Compass, 2019), hlm. 304 .
Tidak ada komentar:
Posting Komentar